Tahap Bertahan, UMKM belum Segera ”Back to Normal”

Penerapan tatanan Bali era baru akan memberikan pengaruh yang positif bagi sektor ekonomi ke depannya.

223
Sapto Widyatmiko

Denpasar (bisnisbali.com) –Penerapan tatanan Bali era baru akan memberikan pengaruh yang positif bagi sektor ekonomi ke depannya. Tatan Bali era baru juga akan memberikan peluang bangkitnya usaha menengah kecil mikro (UMKM).
“Namun, belum segera back to normal karena aktivitas usaha secara umum masih memerlukan penyesuaian,” kata Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sapto Widyatmiko di Renon, Rabu (15/7).

Ia yang juga Ekonom Ahli Grup Advisory dan Pengembangan Ekonom KPw BI Bali ini melihat UMKM di Bali saat ini sedang masuk tahap bertahan. Dengan kendala yang ada di masa pandemi covid-19, terutama aspek penjualan, kata dia, penghasilan yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional minimal sehari-hari, tidak cukup untuk membayar cicilan dan menggaji karyawan secara penuh.

Kalau dilihat dari data Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali, per akhir 2018 terdapat 326 ribu UMKM di Bali. “Katakan ada kenaikan 10 persen, maka saat ini terdapat sekitar 360 ribu UMKM. Jika setiap UMKM memiliki dua orang pekerja saja, maka ada lebih dari 1 juta orang yang terlibat pada industri UMKM, atau lebih dari 20 persen penduduk Bali,” jelasnya.

Menurutnya pelaku ekonomi, terutama sebagai konsumen, banyak berasal dari UMKM, sehingga kontribusi mereka pada perekonomian Bali cukup besar. UMKM yang kuat selama ini adalah di sektor pariwisata, perdagangan, dan kuliner atau restoran.
Disinggung UMKM mendapatkan restrukturisasi dari perbankan, kenapa masih diprediksi rasio kredit bermasalah atau nonperforming lonal (NPL) UMKM ini tinggi?. Sapto Widyatmiko menjelaskan itu bisa terjadi karena tidak semua UMKM berminat menggunakan program restrukturisasi dan tidak semua debitur yang mengajukan program restrukturisasi mendapatkan persetujuan karena ada assessment. Assessment antara lain terhadap apakah debitur tersebut termasuk yang terdampak langsung atau tidak langsung, karena sudah mengalami masalah sebelum terjadinya masa pandemi covid-19, dan juga historis pembayaran pokok/bunga.
“Tentang program restrukturisasi, dilihat prinsipnya saja bahwa pinjaman harus dibayar kembali. Jika ada pihak yang membantu meringankan proses pembayarannya sebaiknya diterima dengan senang hati,” sarannya.*dik