Denpasar (bisnisbali.com) –Memasuki awal Juli 2020 atau kuartal III (Juli-September) diprediksi tekanan ekonomi akan masih membayangi pertumbuhan ekonomi di daerah ini maupun nasional. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III masih berpotensi mengalami krisis.
Pemerhati ekonomi Nyoman Sender di Renon, Senin (29/6) mengatakan, perlu adanya keseragaman pandangan tentang arti krisis itu sendiri. “Jika krisis diartikan sebagai kemerosotan atau menurunnya aktivitas bisnis maupun ekonomi, bisa jadi Juli 2020 sudah memasuki situasi krisis,” katanya.
Ia yang juga sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Denpasar ini menerangkan gejala krisis tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak Maret 2020 lalu.Variabel krisis dapat dilihat dari berbagai ukuran seperti merosotnya pendapatan masyarakat akibat dirumahkan, bahkan karyawan di-PHK terutama sektor-sektor pariwisata yang terdampak langsung palih parah akibat pandemic covid-19.
Selanjutnya, berkurangnya tingkat konsumsi masyarakat akibat menurunnya penghasilan mereka. Kemudian disusul merosotnya produksi di segala bidang akibat penutupan kegiatan-kegiatan tertentu oleh pemerintah yang dikhawatirkan dapat menularkan pandemi covid-19. Di contohkan pasar tradisional dan modern semacam mall, tempat-tempat berkerumun seperti bioskop, hotel, restoran dan lain sebaganya.
“Tetapi bukan resesi ekonomi. Jika tidak dibuka perlahan atau bertahap pusat-pusat kegiatan tersebut maka Juli ini sudah pasti kegiatan ekonomi akan memburuk bahkan bayangan resesi akan menjadi kenyataan,” ucapnya.
Nyoman Sender pun menilai dengan kondisi yang akan terjadi tersebut maka pengusaha sangat berharap pemerintah segera membuka PSBB dengan tetap mensyaratkan protokol kesehatan secara disiplin. Jika tidak dibuka perlahan atau bertahap maka sejak Juli ini sudah pasti kegiatan ekonomi akan memburuk bahkan bayangan resesi akan menjadi kenyataan.
Hal serupa dikatakan Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira. Ia mengatakan,krisis sudah terjadi dari kuartal II yakni periode April-Juni di mana pemerintah Indonesia memproyeksikan pertumbuhan minus 3,8 persen.
”Kalau di Juli-September atau masuk kuartal III, itu sudah makin dalam krisisnya. Itu sesuai definisi krisis ketika pertumbuhan ekonomi negatif,” jelasnya.
Bhima pun memprediksi krisis ekonomi mungkin akan pulih dalam kurun waktu 2-3 tahun bahkan lebih. Oleh karenanya, ia berpandangan, selain perlu kenaikan stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat dan meningkatkan serapan tenaga kerja di UMKM, perlu juga mempercepat realisasi stimulus fiskal. Meski pun masalah teknis administrasi jadi hambatan utama lambatnya stimulus.
Ia mencontohkan kesesuaian aturan teknis antara pemerintah pusat dan daerah misalnya butuh waktu lama. “Apalagi koordinasi yang sifatnya virtual juga tidak semua daerah bisa mengikuti. Itu sama saja ada komunikasi dari pusat ke daerah yang tidak optimal,” ungkapnya.
Sebelumnya Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali, Trisno Nugroho menyampaikan pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan akan terus tumbuh negatif hingga triwulan III 2020.
“Namun mulai melandai pada triwulan IV 2020 seiring dengan diterapkan normal baru pada 9 Juli mendatang di Bali,” unkapnya.*dik