Denpasar (bisnisbali.com) -Dari potensi pertumbuhan ekonomi Bali yang kembali tumbuh negatif pada triwulan II/2020 nanti, maka kondisi ekonomi pulau dewata ini akan berpotensi lebih buruk dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan dari krisis moneter (Krismon) dan dampak Bom Bali I dan II yang pernah terjadi sebelumnya.
Terang Kepala BPS Bali, Adi Nugroho, Jumat (19/6), sebelum Covid-19 Bali pernah melewati masa-masa sulit. Yakni, dampak dari Krismon dan kejadian Bom Bali I dan II, namun dari dua kejadian tersebut tidak lebih parah dampaknya jika dibandingkan dengan dampak yang dimunculkan oleh pandemi Covid-19 ini.
Paparnya, pada Krismon sebelumnya dampak situasi yang terjadi tidak seperti saat ini. Katanya, dampak Krismon memang membuat kemampuan orang untuk berwisata menjadi menurun seiring dengan daya beli yang juga lesu, sehingga sektor pariwisata Bali berdampak dan membuat pertumbuhan ekonomi pulau dewata menjadi tumbuh negatip pada saat itu. Di sisi lain, untungnya ekonomi Bali saat itu masih bisa ditopang dengan angka kunjungan wisatawan dari mancanegara yang datang ke pulau dewata, sehingga saat itu sektor pariwisata tidak mati seperti saat ini.
“Saat ini matinya sektor pariwisata Bali ini karena tidak adanya kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara, dan kondisi belum pernah di alami oleh Bali sebelumnya,” ujarnya.
Sambungnya, begitu pula jika dibandingkan dengan dampak yang dimunculkan ketika terjadi Bom Bali I dan II. Menurutnya, dua kejadian bom tersebut hanya terkesan membuat orang terkejut, namun setelah kejadian tersebut sektor pariwisata dicerminkan dari kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara ke Bali kembali pulih, sehingga ekonomi Bali tidak sampai tumbuh negatip seperti saat ini. Menariknya lagi, saat Bom Bali II kondisi ekonomi Bali bahkan tidak sampai goyang itu dicerminkan dari pertumbuhan yang masih di atas 5 persen pada saat itu.*man