Denpasar (bisnisbali.com) –Pandemi covid-19 atau virus corona masih masif terjadi serta jumlah korban yang positif terus bertambah, rentan mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah. Bila pertumbuhan ekonomi dua kali terus menerus mengalami penurunan drastis dalam triwulannya maka rentan masuk ambang krisis.
“Selama pertumbuhan ekonomi nasional belum negatif berturut turut selama dua kuartal, berarti belum mengalami resesi ekonomi. Akan tetapi, resesi ekonomi sedang menuju ke sana, mengingat pasien covid-19 sedang bertumbuh walaupun PSBB dibuka,” kata pemerhati ekonomi dan bisnis dari Undiknas University, Prof. Gede Sri Darma di Renon, Kamis (18/6).
Oleh karenanya sebagai bentuk kewaspadaan terhadap krisis ekonomi di daerah maupun resesi ekonomi secara nasional, Prof. Sri mengatakan pemerintah perlu memberikan stimulus dan isentif kepada pelaku bisnis sektor riil agar dapat berlari lebih kencang menggerakan roda ekonomi, walaupun wabah pandemi belum berakhir.
Ia tidak memungkiri sektor pariwisata agak sulit dipulihkan dalam waktu dekat karena wabah ini belum berakhir. Untuk itu, Bali mesti beralih dan bergeser ke sektor selain pariwisata.
“Pertanian berbasis teknologi menjadi solusi terbaik saat ini. Sektor riil dipacu agar selalu berproduksi, tidak menjadi masyarakat konsumtif,” paparnya.
Memasuki era new normal dan rencana pembukaan pariwisata di Bali, menurutnya, kalaupun dibuka, hanya dapat berharap pada tamu domestik. Itupun kalau ada yang berani berwisata di tengah resiko tertular covid-19.
“Bali harus fokus dalam penanganan covid-19 dan meningkatkan protokol kesehatan untuk menekan penyebaran virus corona terutama akibat transmisi lokal,” imbuhnya.
Sebelumnya Perwakilan dari KPw BI Bali Rizki W. Wimanda dalam webminar menyatakan perlambatan ekonomi sebenarnya terjadi di seluruh wilayah di Indonesia. Berdasarkan provinsi, hanya terdapat dua provinsi yang masih dapat tumbuh lebih baik dari triwulan sebelumnya yaitu Kalimantan Selatan dan Papua didorong oleh kinerja pertambangan.
“Sementara pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan I 2020 mengalami kontraksi sebesar -1,14 persen (yoy),” katanya.
Diakui, bila dibandingkan data pertumbuhan ekonomi Bali pada 2017 mencapai 5,58 persen, 2018 di kisaran 6,32 persen dan 2019 menembus 5,64 persen. Itu berarti pada triwulan I 2020 pertumbuhan ekonomi yang terendah.
Kondisi secara umum disebabkan oleh menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali sehingga menyebabkan penurunan kinerja ekspor jasa. Survai juga menunjukkan konsumsi RT mengalami turun 2,90 persen. Faktor penyebabnya yaitu menurunnya daya beli RT seiring menurunnya kinerja pariwisata.
Dari sisi investasi turun -1,45 persen. Faktor penyebab yaitu tertundanya pengerjaan sejumlah proyek akibat penerapan social distancing. Sektor konsumsi pemerintah mengalami hal sama -0,89 persen. Faktor penyebab yaitu menunggu kepastiaan postur anggaran yang baru sehingga serapan anggaran tidak optimal.
Dari sisi net ekspor juga -40,56 persen. Faktor penyebab karena menurunnya jumlah kunjungan wisman dan permintaan komoditas ekspor sebagai dampak Covid-19. Tidak hanya itu saja, dari sisi lapangan usaha, melambatnya pertumbuhan ekonomi Bali bersumber dari terkontraksinya sektor-sektor pendukung pariwisata seperti akomodasi dan makan minum, transportasi, industri dan perdagangan
Dari sektor akmamin mengalami penurunan -9,11 persen. Faktor penyebab karena penurunnya jumlah kunjungan wisman dan wisnus sebagai dampak dari covid-19. Selanjutnya transportasi -6,21 persen. Faktor penyebab karena ditutupnya penerbangan ke sejumlah negara untuk memitigasi penyebaran covid-19. Ada pula pertanian 0,06 persen akibat menurunnya tangkapan ikan seiring penurunan permintaan ekspor.
Di sektor industri -7,95 persen akibat menurunnya jumlah kunjungan wisman dan wisnus serta daya beli masyarakat. Sementara dari perdagangan -1,67 persen karena menurunnya daya beli RT serta menurunnya kunjungan wisman dan wisnus. Termasuk pula konstruksi 2,92 persen karena tertundanya pengerjaan beberapa proyek akibat penerapan social distancing.*dik