OBJEK wisata Pesona Bukit Lempuyang Desa Adat Purwayu, Kecamatan Abang, Karangasem, sudah mendunia. Ciri khasnya adalah candi bentar dengan latar belakang Gunung Agung, dengan objek orang di tengah. Hasil jepretan fotonya bisa menyerupai bayangan.
Fenomena objek wisata yang juga kadang disebut negeri di atas awan itu mencuat sejak erupsi Gunung Agung 2017 lalu. Pengunjung berjubel, bahkan rela antre untuk berswafoto dari candi betar berlatar megahnya Gunung Agung.
Namun, saat pandemi Covid-19, objek wisata itu kosong melompong. Kecuali ada beberapa pamedek yang hendak bersembahyang ke pura setempat.
Ketua pengelola Pesona Bukit Lempuyang, Jero Mangku Ketut Cara di Amlapura, beberapa hari lalu mengatakan, pihaknya berharap nanti setelah objek wisata di Karangasem dan khususnya Pesona Bukit Lempuyang dibuka lagi, destinasi di lereng Gunung Lempuyang itu, diharapkan tetap popular. “Semoga Lempuyang tetap top rangking. Kalau nanti objek wisata sudah diizinkan dibuka lagi, mari kita buka bersama-sama dalam situasi yang baru yang disebut era normal baru atau di Bali Era Baru. Mari saling dukung,” ajaknya.
Pihaknya juga mempersiapkan prasarana menuju arah era baru itu. Yakni, dengan sosialisasi dan perlengkapan yang diperlukan sesuai anjuran pemerintah. Menurutnya, yang masih menjadi masalah adalah keberadaan air bersih. Di lereng Gunung Lempuyang itu, rutin krisis, terutama pada musim kemarau. Air yang banyak tentunya diperlukan untuk persediaan di kran wastafel atau tempat mencuci tangan, karena sesuai anjuran di objek wisata juga harus disediakan tempat mencuci tangan dengan air mengalir.
“Semoga ada paica (bantuan) dari pemerintah, bagaimana agar pengelola lebih mudah dalam penyediaan air bersih. Selama ini, saat musim kemarau dan tak ada air bersih, kami membeli air bersih menggunakan tower yang diangkut dengan truk. Per tower volume sekitar 5 ribu liter air. Kami membelinya seharga Rp 100 ribu. Air sebanyak itu, hanya cukup sekitar satu atau dua minggu,” kata pria yang juga pemangku di pura Lempuyang itu. *bud