Denpasar (bisnisbali.com) –Praktisi ekonomi dari UNHI, Putu Krisna Adwitya Sanjaya, S.E., M.Si. menilai, kondisi new normal bisa dijalankan dalam suatu wilayah bila kecendrungan tren penambahan kasus baru menurun atau melandai. Sebab secara umum, kondisi wilayah tidak akan sama antara satu dengan lainnya.
“Oleh karenanya antara ekonomi dan kesehatan mana yang harus diutamakan, keduanya sangat penting. Tetapi, kita perlu memilah berdasar skala prioritas atau tingkat urgensinya,” kata Dosen Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan tersebut.
Putu Krisna mengatakan terkait rencana pemberlakuan new normal sementara jumlah pasien positif covid-19 masih bertamah maka fokus sebaiknya kepada recovery bidang kesehatan dengan mengikuti SOP atau protap kesehatan yang telah diinstruksikan. Protap kesehatan seperti disiplin untuk mencegah atau mengurangi penambahan kasus baru mengingat nyawa individu di atas segalanya.
Ia tidak memungkiri secara sosial ekonomi dengan adanya pandemi covid-19, sangat berdampak signifikan seperti menurunya laju pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pengangguran hingga menurunkan daya beli masyarakat Secara umum.
“Saya melihat kunci untuk bisa keluar dari pandemic ini adalah disiplin yang ketat dalam menjalankan protokol kesehatan seperti menjalankan physical distancing, cuci tangan, menggunakan masker. Itu yang utama mengingat metode penularannya simpel dan diperparah lagi belum ditemukannya vaksin anticovid-19,” jelasnya.
Ia menyampaikan tentu sekarang yang menjadi permasalahan adalah bagaimana bisa menjaga daya beli masyarakat untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup. Pemerintah pun sudah mengimplementasikan beberapa langkah strategis seperti relaksasi fiskal, bantuan sosial, memperlebar diskresi pengeluaran dalam APBN dan lain sebagainya. “Sifatnya memang jangka pendek yaitu kisaran 4-6 bulan. Bila covid-19 ini belum juga bisa tertangani, ada kemungkinan akan dilakukan kebijakan yang sama. Tentunya ini memiliki impact bagi APBN,” ucap Krisna.*dik