Penyebaran Covid-19 membawa pengaruh signifikan pada dunia usaha di Bali. Berdasarkan survai dari KPw Bank Indonesia (BI) Bali, pandemic Covid-19 berdampak terhadap 94 persen responden usaha. Kondisi ini menyebabkan terdapat 28 persen responden yang menghentikan usaha. sementara terutama di bidang transportasi, akomodasi dan restoran, perdagangan serta jasa lainnya (travel agent). Seperti apa dan bagaimana kondisi ekonomi Bali?
PENYEBARAN Covid-19 berdampak kepada melambatnya bahkan terkontraksinya perekonomian di negara mitra dagang utama Indonesia. Ke depan, dengan risiko ke bawah yang tetap besar, BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2020 mencapai 0,9 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi 2019 dan akan kembali meningkat menjadi 3,4 persen pada 2021.
Begitu juga dengan di Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2020 menunjukkan perlambatan dengan tumbuh 2,97 persen. Perlambatan merupakan dampak dari penyebaran Covid-19 yang mempengaruhi hampir seluruh lapangan usaha utama seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan dan akomodasi makan dan minum.
Perwakilan dari KPw BI Bali Rizki W. Wimanda dalam diseminasi hasil survai terkait perkembangan ekonomi mengatakan perlambatan ekonomi sebenarnya terjadi di seluruh wilayah di Indonesia. Berdasarkan provinsi, hanya terdapat dua provinsi yang masih dapat tumbuh lebih baik dari triwulan sebelumnya yaitu Kalimantan Selatan dan Papua didorong oleh kinerja pertambangan.
“Di tengah pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan I 2020 mengalami kontraksi sebesar -1,14 persen (yoy),” katanya.
Bila dibandingkan data pertumbuhan ekonomi Bali pada 2017 mencapai 5,58 persen, 2018 di kisaran 6,32 persen dan 2019 menembus 5,64 persen. Itu berarti pada 2020 pertumbuhan ekonomi yang terendah.
Kondisi secara umum disebabkan oleh menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali sehingga menyebabkan penurunan kinerja ekspor jasa. Survai juga menunjukkan konsumsi RT mengalami turun 2,90 persen. Faktor penyebabnya yaitu menurunnya daya beli RT seiring menurunnya kinerja pariwisata.
Dari sisi investasi turun -1,45 persen. Faktor penyebab yaitu tertundanya pengerjaan sejumlah proyek akibat penerapan social distancing. Sektor konsumsi pemerintah mengalami hal sama -0,89 persen. Faktor penyebab yaitu menunggu kepastiaan postur anggaran yang baru sehingga serapan anggaran tidak optimal.
Dari sisi net ekspor juga -40,56 persen. Faktor penyebab karena menurunnya jumlah kunjungan wisman dan permintaan komoditas ekspor sebagai dampak Covid-19. Tidak hanya itu saja, dari sisi lapangan usaha, melambatnya pertumbuhan ekonomi Bali bersumber dari terkontraksinya sektor-sektor pendukung pariwisata seperti akomodasi dan makan minum, transportasi, industri dan perdagangan
Dari sektor akmamin mengalami penurunan -9,11 persen. Faktor penyebab karena penurunnya jumlah kunjungan wisman dan wisnus sebagai dampak dari Covid-19. Selanjutnya transportasi -6,21 persen. Faktor penyebab karena ditutupnya penerbangan ke sejumlah negara untuk memitigasi penyebaran Covid-19. Ada pula pertanian 0,06 persen akibat menurunnya tangkapan ikan seiring penurunan permintaan ekspor.
Di sektor industri -7,95 persen akibat menurunnya jumlah kunjungan wisman dan wisnus serta daya beli masyarakat. Sementara dari perdagangan -1,67 persen karena menurunnya daya beli RT serta menurunnya kunjungan wisman dan wisnus. Termasuk pula konstruksi 2,92 persen karena tertundanya pengerjaan beberapa proyek akibat penerapan social distancing
Rizky menyebutkan hasir survai liaison juga menyebutkan penyebaran Covid-19 berdampak paling besar terhadap usaha pendukung pariwisata (hotel dan maskapai udara). Dampak lanjutan juga dialami oleh usaha pendukung seperti peternakan ayam sejalan dengan menurunnya permintaan untuk kebutuhan hotel dan restoran. “Sementara itu, usaha pertanian padi masih baik,” paparnya.
Ia pun mengungkapkan bila melihat dari sisi persepsi bisnis dan tenaga kerja maka hasil survai dilaksanakan pada Minggu Ke IV dan V April 2020 terhadap 60 responden menunjukkan 94 usaha terdamnpak covid-19. Dampak penurunan usaha 88 persen karena penurunan permintaan, 20 persen penurunan produksi dan 5 persen mengganggu distribusi barang.
“Dari sekian usaha yang terdampak, ada usaha yang masih mampu berjalan normal bergerak di sektor industri pengolahan dan pertanian,” tegasnya.
Saat ini, diakui status perusahaan yaitu 60 persen penurunan omzet dan 28 persen tutup sementara. Kondisi tersebut menyebabkan 53 persen perusahaan menerapkan pengurangan jumlah karyawan, mayoritas atau 48 persen unpaid leave, sementara 8 persen perusahaan mulai menerapkan PHK untuk rata-rata 30 persen karyawan.
Perusahana yang melakukan pengurangan tenaga kerja 82 persen dari akmamin, 80 persen jasa lainnya, 50 persen perdagangan,38 persen jasa keuangan, 38 persen pertanian, perikanan dan peternakan, 29 persen industri pengolahan dan 29 persen transportasi.
“Ke depan, 100 persen responden menyatakan pengurangan tersebut hanya bersifat sementara,” terangnya.*dik