Jadi Sektor Utama Perekonomian Bali, BI Sarankan ”Value Edded” Pertanian bisa lebih Tinggi

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) menilai sektor pertanian tidak terdampak Covid-19 seperti halnya sektor pariwisata. Terbukti sektor pertanian masih bisa berproduksi, termasuk sektor perikanan dan perkebunan.

205

Denpasar (bisnisbali.com) – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) menilai sektor pertanian tidak terdampak Covid-19 seperti halnya sektor pariwisata. Terbukti sektor pertanian masih bisa berproduksi, termasuk sektor perikanan dan perkebunan.
“Oleh karenanya sektor pertanian ke depannya harus bisa lebih ditingkatkan sehingga berpeluang menjadi sektor utama perenomian Bali,” kata Kepala KPw BI Bali, Trisno Nugroho di Renon.

Ia tidak memungkiri pandemi covid-19 berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian Bali yang bertumpu pada sektor pariwisata. Untuk itu perlu dicari sektor ekonomi lain yang bisa menjadi unggulan selain pariwisata. Terlebih tidak ada yang bisa memprediksi sampai kapan covid-19 ini berakhir.

“Tidak ada yang bisa memprediksi sampai kapan berakhir, sehingga mulailah kita membiasakan hidup dengan covid-19 dan melakukan perbaikan, inovasi dan peningkatan kreativitas. Termasuk berbicara pascacovid-19, apakah itu setelah ketemu obat, vaksin atau kondisi kembali normal sebelum covid?,” ujarnya.

Ia menilai sektor pertanian, perikanan maupun perkebunan Bali sangat potensial karena di beberapa daerah masih potensial seperti padi, bawang merah, bawang putih, manggis, kakao, salak, udang paname dan lainnya. Terlebih dari sembilan kabupaten/kota di Bali, enam kabupaten di Bali selain Denpasar, Badung, Gianyar adalah sektor pertanian dalam arti luas sehingga pengembangan pertanian harus difokuskan dan diintensifkan. Salah satunya dengan menggunakan teknologi.

Pertanian yang menggunakan teknologi tinggi dan mampu memberikan value added (nilai tambah) tinggi. Beras misalnya dengan menggunakan teknologi, maka produktivitas biji lebih besar dan hasil panennya bisa bertonton-ton. Manggis asal Bali skala ekspor bisa berbuah lebih banyak bahkan panen tiga kali setahun jika menggunakan teknologi.

Maukah masyarakat beralih ke sektor pertanian?. Trisno menyampaikan ekstensifikasi di Bali bisa dikatakan terbatas. Orang di Bali memang suka pariwisata karena ada PHR. “Selama pertanian tidak memberikan value edded lebih tinggi dari pariwisata maka oaring-orang akan tetap beralih ke pariiwisata,” tegasnya.
Untuk itu, pertanian harus dibuat memiliki nilai tambah lebih tinggi atau setidaknya sama denagn sektor pariwisata sehingga akan mendorong orang maupun kaum milenial melirik pertanian. Caranya menggunakan teknologi pertanian.

Selain itu, Trisno mencontohkan dalam pengolahan padi menjadi beras diperlukan rice milling unit (RMU) yang canggih untuk menghasilkan beras dengan kualitas premium, dilengkapi pengering gabah dan bleaching. Ia melihat di Bali belum ada yang menggunakan RMU canggih, sementara untuk menuju kemandirian pangan, modal penggilingan padi yang baik harus dimiliki. Demikian juga dengan komoditas pertanian lain seperti perlakuan pada manggis pasca panen memerluoan teknologi.
“Bisakah Bali ke arah tersebut?. Jawabannya bisa, Thailand saja bisa. Tidak ada yang tidak mungkin,” ujarnya. *dik