Denpasar (bisnisbali.com) –Mencegah penyebaran covid-19 atau virus corona kian masif, pemerintah mengeluarkan kebijakan bagi pelaku usaha ritel modern untuk mengatur jam buka dan peralihan penjualan ke model dalam jaringan atau daring (online). Hasilnya peralihan penjualan dari offline ke online masih tergolong kecil penggunannya.
“Masih tergolong kecil masyarakat belanja secara online. Pada kuartal I transaksi online naik 30 persen tetapi secara value masih jauh di bawah,” kata Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali, AA. Ngurah Agung Agra Putra di Renon.
Ia mengatakan peralihan system transaksi dari offline ke online merupakan salah satu langkah bagi peritel utk bertahan dan menjaga penjualan.
“Hampir semua peritel baik yang modern ritail maupun traditional retail juga melakukannya,” ujarnya.
Sistem daring yang digunkaan, diakui ada yang memang sudah memiliki aplikasi sendiri, bergabung ke dalam marketplace dan menggunakan jasa transportasi dari (ojol), hingga yang paling sederhana lewat aplikasi chat atau messege. Dia pun menyampaikan menggunakan transaksi daring tidak serta merta mendongkrak penjualan, namun menggantikan yang belanja offline sebelumnya, di mana mereka saat ini mengurangi aktivitas di luar.
“Sekarang malah cenderung menurun karena daya beli masyarakat sudah mulai turun. Segmennya kebanyakan adalah midle up,” paparnya.
Terkait mekanisme transaksi daring, Agung Agra menyampaikan jika free delivery biasanya ada batasan minimal nilai belanja. Jika delivery dibebankan kepada konsumen, biasanya tidak ada pembatasan jumlah pembelian.
Ia pun menilai transaksi daring bisa saja menggerakkan ekonomi di tengah covid-19 namun daya beli masyarakat bila tidak dijaga maka akan percuma, karena tingkat konsumsi akan terus menurun.*dik