Dampak Pandemi Covid, Potensi Usaha Rumahan Bermunculan   

KONDISI ekonomi turun, masyarakat susah karena corona. Itu beberapa keluhan bermunculan di masyarakat.

1200

KONDISI ekonomi turun, masyarakat susah karena corona. Itu beberapa keluhan bermunculan di masyarakat. Berbagai kebijakan sebenarnya telah ditempuh pemerintah untuk menekan peredaran covid-19, mulai dari physical distancing, kebijakan terkait restrukturisasi kredit, hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Physical distancing atau jarak fisik diterapkan pemerintah sebagai cara untuk menghindari penyebaran virus corona lebih luas.

Pemerhati ekonomi dan pembina wirausaha dari Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Sayu Ketut Sutrisna Dewi menyebutkan, physical distancing untuk memutus rantai covid-19 ini mengakibatkan diterapkannya kebijakan work from home (WFH) alias amati lelungan. Oleh karena itu usaha-usaha atau industri yang paling pertama dan langsung terkena dampak adalah usaha-usaha yang ada kaitannya dengan berpergian dan kerumuman, seperti pendidikan, hotel, restoran, transportasi (terutama udara), MICE, pasar modern dan tradisional, konstruksi, olah raga, impresariat, dan lain sebagainya beserta usaha-usaha turunannya.

Di sisi lain, WFH memicu berbagai perubahan dan menimbulkan kebutuhan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Gaya bekerja, pertemuan, komunikasi, berbelanja, membayar, belajar-mengajar dan sebagainya mau tidak mau, suka atau tidak suka dipaksa berubah dalam waktu singkat. Perubahan bisa dilakukan dengan cepat dengan menggunakan teknologi ICT.

“Kita semua merasakan implementasi industri 4.0 menjadi lebih cepat,” katanya.

Akhirnya berbagai kebutuhan baru muncul, dan kebutuhan ini memberikan berbagai peluang. “Ini membuktikan bahwa di balik musibah, ada berkah dan ide usaha bisa muncul dari perubahan,” ujarnya.

Tidaklah mengherankan, bila seseorang yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha transportasi, tiba-tiba menawarkan sembako. Pengusaha bergerak di bidang printing, sekarang membuka usaha baru di bidang pertanian. Pengusaha fesyen menambah lini usahanya dengan masker dan pengusaha perjalanan wisata sekarang berbisnis kuliner.

Banting stir? Kata Sutrisna kenapa tidak? Situasi memaksa mereka untuk memanfaatkan peluang. Naluri entrepreneur telah mendorong mereka untuk berkreativitas dan memanfaatkan peluang yang ada.

“Apakah ini akan ditekuni dalam jangka panjang? Kita juga tidak tahu,” ucapnya.

Lalu bagaimana dengan para PMI yang terpaksa pulang dan bahkan dengan tangan kosong? Di negara orang disuruh pulang, dan setelah sampai di negara sendiri diisolasi dan bahkan ada yang ditolak. Setelah lolos, mereka juga bingung mau kerja apa. Sama seperti para wirausaha muda, daya kreasinya muncul karena kepepet. Ada yang menjual mobil untuk dibelikan motor. Motor dijadikan ojol dan sisa uang ditabung untuk berjaga-jaga. Ladang yang tidak terurus dijadikan ladang sayur, cabai, tomat dan lainnya. Tidak sedikit dari mereka mulai melirik pertanian.

Bila situasi ini berlangsung cukup panjang, selain kesehatan, usaha di bidang pertanian dan kuliner akan tampil sebagai primadona.

“Semua orang pasti memperhatikan kesehatan dan perlu makan dan minum,” terangnya.

Frozen food akan menjadi pilihan juga. Para technopreneur akan sibuk membangun bilik disinfektan yang kekinian, membangun aplikasi market place atau e-commerce. Ojek online akan lebih eksis. Masyarakat yang masih memiliki tabungan, selain berdonasi juga akan membelanjakan uangnya sebagai bentuk empati dan dukungan kepada mereka yang mau berjualan untuk bisa bertahan hidup.

Lalu, bagaimana ketika tabungan sudah menipis dan bahkan habis? Dikatakannya, tidak menutup kemungkinkan sistem barter akan diterapkan.

Bagaimana dengan mereka yang tidak kreatif, malas, dan gengsi? Sutrisna mengatakan, mereka mungkin akan lebih nyinyir, hanya mengeluh, tidak berhenti menyalahkan orang lain dan pemerintah.

Orang-orang seperti ini pasti selalu ada dalam sebuah kelompok masyarakat. Semoga orang-orang seperti ini tidak sampai terdesak untuk melakukan hal-hal negatif yang mengganggu keamanan dan kenyamanan orang lain. “Mari kita saling menyadarkan bahwa dalam kondisi seperti ini, jiwa gotong-royong hendaknya makin diperkuat,” jelasnya.

Bu Agung, salah seorang karyawan yang dirumahkan merasakan dampak dari pandemik covid-19. Ia yang terbiasa bekerja sempat merasakan susahnya mengatur perekonomian keluarga ketika perusahaan tempatnya bekerja merumahkannya, apalagi tidak ada gaji yang diterimanya. Satu sisi kebutuhan rumah tangga, anak-anak sekolah harus tetap terpenuhi atau dapur tetap ngebul.

Dengan berbekal hobi masak, Bu Agung berpikiran untuk memulai buka usaha makanan, katering dengan skala kecil-kecilan di rumah, mengingat modal untuk menjalankan usaha ini sangat kecil.

“Intinya saya dapat bertahan di tengah kondisi ini. Dengan modal sedikit, saya memberanikan diri membuka usaha makanan,” katanya.

Untuk pemasaran diakui memanfaatkan pertemanan dan jejaring sosial seperti via grup Whatsapp, Facebook hingga layanan dalam jaringan (daring) seperti gojek, termasuk pangsa pasar para tetangga. Makanan yang dijual mulai masakan khas Bali, Nusantara, kue-kue kering, bolu dan lainnya.

“Saya berharap ke depannya usahanya mendapatkan bantuan dari sisi permodalan sehingga bisa lebih berkembang,” harapnya. *dik