Mangupura (bisnisbali.com) –Jatuhnya harga manggis yang hingga Rp4.000 per kilogram, bukan semata-mata pengaruh ekspor, melainkan permintaan lokal yang juga jauh berkurang. Pasar ekspor buah lokal, khususnya manggis hingga saat ini sejatinya masih jalan, termasuk ke Tiongkok.
Ketua Forum Petani Muda Bali yang juga sebagai pelaku ekspor, AA Gede Agung Wedhatama P, saat ditemui di daerah Kapal, Badung mengatakan, selain ekspor, pasar manggis selama ini juga cukup banyak untuk lokal yang ditujukan ke daerah Surabaya dan Jakarta. Termasuk di Bali sendiri, pariwisata serta masyarakat lokal yang diperuntukan bagi upacara juga memiliki serapan tinggi terhadap buah musiman ini.
Pandemi covid-19 yang membuat 16 juta wisatawan hilang ditambah 70 persen dari 4 juta masyarakat Bali kehilangan pekerjaan, membuat daya beli lokal turun drastis. Hal ini pun membuat harga jual manggis serta produk pertanian lainnya anjlok. “Kalau ekspor sebenarnya hingga saat ini masih jalan, hanya saja lewat laut. Harga di petani memang diambil murah hingga Rp8.000 per kilogram,” ujarnya sembari mengatakan selama 3 tahun ekspor, harga terendah manggis untuk diekspor mencapai Rp12.000 per kilogram.
Dikatakannya, rendahnya harga manggis skala ekspor juga dipengaruhi beberapa hal. Pertama Thailand yang juga sebagai penghasil manggis saat ini tengah panen. Demikian juga di Bali yang melakukan ekspor sedikit. “Kalau kami sebenarnya terkendala di jam kerja, yang terbatas sampai pukul 20.00. Untuk itu kami tidak bisa melakukan ekspor, tetapi teman-teman di tempat lain masih bisa ekspor,” jelasnya.
Demikian dikatakannya, break event point (BEP) manggis Rp4.000 per kilogram. Jika harga di petani bisa Rp5.000 per kilogram, maka bisa untung. Agung Weda mengajak petani saat ini tetap semangat yang terpenting bisa bertahan dan sama-sama menyelamatkan satu lain. *wid