Denpasar (bisnisbali.com) –Praktisi ekonomi dan perbankan Nyoman Sender menilai dampak dari Covid-19 akan berimbas pada meningkatnya rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) perbankan. Itu sebabnya regulator memberikan kesempatan relaksasi berupa restrukturisasi kredit.
“Dengan restrukturisasi ini diharapkan kenaikan NPL perbankn dapat direm sehingga portfolio kredit masih dapat dijaga. Tetapi yang jelas pasti NPL memburuk,” katanya di Renon, Rabu (29/4).
Ia yang juga selaku Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Kota Denpasar ini menyebutkan, seberapa signifikan kenaikan NPL tersebut sangat bergantung pada sektor-sektor yang dibiayai oleh perbankan. Jika dominan membiayai pariwisata dan bidang-bidang usaha yang berkaitan dengan pariwisata, kata dia, maka sudah dipastikan itu yang menghantam bank paling parah.
Sampai berapa besar NPL meningkat? . Menurutnya sulit diprediksi dengan tepat karena bergantung kepada kapan Covid-19 ini dapat diatasi. Kalaupun Covid-19 mulai berkurang, masih perlu periode pemulihan atau recovery yang bisa butuh waktu 6 bulan bahkan setahun lebih.
“Ini yang memberatkan dunia usaha dan akhirnya berimbas kepada dunia perbankan,” ujarnya.
Nyoman Sender menilai jika Covid-19 selesai dan restrukturisasi kredit dapat berjalan dengan baik maka diharapkan NPL bisa berangsur turun kembali. Oleh karena itu, pihaknya menyebutkan bank perlu tambahan modal.
“Masalahnya apa pemilik bank atau pemegang saham cukup punya dana untuk itu,” tanyanya.Jika owner tidak mampu, kata Sender, pemerintah mesti membantu perbankan untuk mengatasi likuiditas dengan fasilitas lunak. Misalnya dengan fasilitas dana jangka pendek (FDJP). “Semacam KLBI gitu yang berbunga rendah, jika perlu zero intetest,” imbuhnya.
Jika tidak ada bantuan likuiditas di satu pihak bank harus memberikan keringan kepada debiturnya, niscaya perbankan sendiri yang akan mengalami kesulitan.
“Kesimpulannya untuk memulihkan ekonomi atau recovery setelah Covid-19 berlalu dunia perbankan harus diselamatkan untuk memperbaiki NPL-nya sekaligus harus dibantu likuiditasnya agar tidak jomplang,” paparnya.
Tidak hanya itu ia pun mengimbau kepada regulator keuangan dalam hal ini Bank Indonesia (BI) agar segera turun tangan bantu lembaga-lembaga keuangan dengan fasilitas talangan (bailout). Jika tidak akan terjadi krisis lebih dahsyat dari krisis 1998.*dik