Tabanan (bisnisbali.com) –Penurunan harga gabah di tingkat petani di Tabanan terus berlanjut saat ini. Itu tercermin dari setelah sebelumnya turun menyentuh kisaran Rp 5.000 per kg dari posisi Rp 5.500 per kg untuk kualitas gabah kering panen (GKP), kini harga kualitas yang sama turun lagi menyentuh Rp 4.600 per kg.
Pelaku usaha penggilingan padi di Tabanan sekaligus juga Ketua DPD Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi) Bali, AA. Made Sukawetan, Kamis (23/4) mengungkapkan, sejak seminggu terakhir harga gabah di tingkat petani ini kembali turun. Imbuhnya, meski turun, kondisi tersebut bukan disumbang oleh meningkatnya produksi padi dari sejumlah sentra pertanian lokal yang mulai memasuki panen sekarang ini.
“Saat ini sejumlah sentra produksi padi di Tabanan memang mulai panen, namun jumlahnya tidak banyak karena baru memasuki musim panen, sehingga tidak signifikan mempengaruhi harga jual gabah sekarang ini,” tuturnya.
Jelas Sukawetan, saat ini penyebab dominan penurunan harga gabah di tingkat petani lokal lebih disebabkan karena meningkatnya pasokan gabah dari luar daerah ke Bali yang beberapa sudah panen. Diantaranya, pasokan gabah dari Lombok, dan hasil panen petani di daerah Ngawi (Jawa Timur).
Sambungnya, penurunan harga gabah di tingkat petani ini diikuti juga dengan turunnya harga beras di tingkat usaha penggilingan. Pihaknya, saat ini menjual beras dikisaran Rp 9.000 per kg, turun dari kisaran Rp 9.700 per kg pada minggu lalu.
“Penurunan harga ini kemungkingkanan akan terus berlanjut seiring dengan adanya panen di tingkat lokal yang mulai meningkat,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu petani padi yang sekaligus Sekertaris HKTI Kabupaten Tabanan, Gusti Subagia mengkapkan, di tengah pandemi corona (covid-19) sejumlah petani di Tabanan memang sedikit terkendala untuk kegiatan panen. Sebab, selama ini petani memang sangat tergantung dengan buruh, bahkan hal itu terjadi tidak hanya pada proses panen, tapi juga pada proses olah sawah dan penanaman.
“Selama ini ada kecendrungan petani (pemilik sawah) mempercayakan pengerjaan penanaman dan pascapanen pada orang lain (buruh), sedangkan petani tersebut melakoni pekerjaan lain. Semisal, tukang bangunan dan lainnya,” kilahnya.
Bercermin dari kondisi tersebut harapannya, saat ini dengan adanya kendala dalam mendapatkan buruh panen menyusul adanya sejumlah daerah yang menerapkan karantina wilayah sebagai antisipasi corona, kondisi tersebut bisa merubah pemikiran petani lokal untuk bisa mengerjakan sawah mereka secara mandiri. Tambahnya, itu sekaligus menyikapi kondisi dengan minimnya permintaan jasa disektor tukang bangunan di tengah pandemi corona saat ini.*man