Penggunaan Uang Tunai lebih Mudah, Picu Pasar Tradisional masih Dikrumuni

Pemerintah mengimbau agar masyarakat melakukan pembelian berbagai kebutuhan di pasar tradisional dengan transaksi nontunai atau online, sebagai upaya menekan penyebaran covid-19 atau virus corona.

352

Denpasar (bisnisbali.com) –Pemerintah mengimbau agar masyarakat melakukan pembelian berbagai kebutuhan di pasar tradisional dengan transaksi nontunai atau online, sebagai upaya menekan penyebaran covid-19 atau virus corona. Namun sayangnya, social distancing di pasar tradisional dengan cara transaksi online ini belum berjalan maksimal karena masih ditemukannya adanya kerumunan.

Praktisi ekonomi dari STIE BIITM Sahid, Dr. Luh Kadek Budi Martini, S.E., M.M. di Sanur, Rabu (22/4)  menilai, transaksi online melalui aplikasi tujuannya memang positif selama covid-19 yaitu untuk mengurangi aktivitas masyarakat ke luar rumah dan kerumuman. Namun ketika pasar tradisional masih juga ramai, ia berpandangan secara nasional sosialisasi transaksi online memang belum efektif, termasuk Bali. Hal ini karena dua pelaku transaksi (pembeli dan penjual) ada yang belum care (peduli) dikarenakan uang kertas masih dianggap lebih efektif (mudah secara praktik).

Berikutnya, para penjual banyak yang tidak memiliki Electronic Data Capture (EDC), sebuah alat untuk menerima pembayaran yang dapat menghubungkan antarrekening bank, fungsinya untuk memindahkan dana secara realtime. Demikian juga pembeli (konsumen) yang belum merasa nyaman dengan transaksi online.
Dari sisi transaksi, Dr. Budi Martini juga merasa konsumen yang berbelanja di pasar tradisional masih skala kecil, rata-rata Rp20 ribu – Rp50 ribu, sehingga dengan transaksi datang langsung dan menggunakan uang tunai terkesan simpel.

Belum lagi banyak pedangang di pasar tradisional masih ada generasi tua “generasi kolonial” sehingga tidak melek teknologi dan mereka membawa teknologi yang hanya bisa komunikasi secara langsung agar simpel.

“Pedagang di pasar rakyat cenderung tidak ada asisten atau karyawan, sehingga tidak mampu melayani delivery atau antarpesanan sehingga pembeli akhirnya harus datang langsung berbelanja,” ujarnya.

Ia pun menyampaikan, terkait kondisi tersebut pengelola pasar ini harus menggunakan sistem kontrol dengan ketat. Seperti, kontrol terhadap penggunaan masker, social distancing, menyiapkan tempat cuci tangan, penyempropan cairan disinfektan dan lainnya. Tidak kalah penting yaitu sosialisasi terus menerus manfaat transaksi nontunai ke masyarakat sehingga menimbulkan kebiasaan. Sebab, semua butuh proses dan waktu yang tepat untuk proses perubahan mindset pedagang dan pembeli untuk pemanfaatan teknologi.“Saat ini sebenarnya waktu yang tepat,” imbuhnya.*dik