Denpasar (bisnisbali.com) –Bank Indonesia menyebutkan penerimaan devisa pariwisata jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Hal ini berimbas pada penurunan impor.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali, Trisno Nugroho mengutip pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, penerimaan devisa pariwisata merupakan satu dari tiga sektor yang mempengaruhi penurunan impor di tengah pandemic covid-19. Perhitungan yang dilakukan sebelumnya hanya memperhitungkan penurunan devisa pariwisata dari sisi jumlah wisatawan asing yang masuk.
“Namun, dalam perkembangannya terdapat pembatasan bepergian ke luar negeri termasuk pelaksanaan umroh, sehingga mengurangi penggunaan devisa dari wisatawan nusantara yang tidak jadi keluar negeri,” katanya.
Penurunan devisa untuk wisatawan asing yang masuk sekitar 2 miliar dolar AS. Sementara itu, penurunan devisa yang keluar dari wisatawan nusantara yang tidak jadi keluar negeri sekitar 1,6 miliar dolar AS.
Ia pun menjelaskan defisit transaksi berjalan triwulan I lebih rendah dari 1,5 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Hal tersebut didukung oleh tiga faktor. Pertama, neraca perdagangan yang membaik.
Covid-19 berdampak pada penurunan ekspor akibat melambatnya permintaan dunia, terganggunya rantai penawaran global, serta rendahnya harga komoditas global. Namun penurunan impor juga besar karena aktivitas produksi dalam negeri juga menurun.
Neraca perdagangan Indonesia Maret 2020 surplus 743,4 juta dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia pada triwulan I 2020 surplus 2,62 miliar dolar AS.
Kedua, defisit neraca jasa juga diperkirakan lebih rendah, didorong oleh penurunan devisa untuk biaya transportasi impor. Sekitar 8 persen dari nilai impor dipergunakan untuk freight and insurance. Impor yang menurun cukup tajam berdampak pada kebutuhan untuk freight and insurance juga menurun.
“Ketiga, penerimaan devisa pariwisata jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya,” ungkapnya.*dik