Denpasar (bisnisbali.com) –Pandemi corona (covid-19) berdampak pada kegiatan usaha debitur bank perkreditan rakyat (BPR) yang dominasi bergerak di sektor pariwisata. Ketua DPD Perbarindo Bali, Ketut Wiratjana mengatakan BPR di Bali siap melaksanakan arahan pemerintah untuk menyikapi dampak pandemi corona terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
Guna membantu debitur yang terdampak covid-19, BPR siap menerapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Ia menjelaskan, untuk meyakinkan langkah penerapan POJK stimulus dampak covid-19, DPD Perbarindo Bali telah melaksanakan kunjungan ke Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, anggota Komisi XI DPR RI asal Bali, I Gusti Agung Rai Wirajaya serta Wakil Ketua Tim Percepatan Penanganan Dampak dan Pemulihan Covid-19 Provinsi Bali, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya. Kunjungan ke pejabat dan pengambil kebijakan regulasi dilaksanakan untuk melakukan diskusi guna mencari solusi bagi permasalahan perbankan yang dihadapi BPR di Bali yang diakibatkan oleh adanya wabah covid-19 termasuk implementasi POJK Stimulus Dampak Covid-19.
Ketut Wiratjana menjelaskan sesuai ketentuan POJK No.11/POJK.03/2020 BPR hanya akan memberikan relaksasi kepada debitur yang terdampak covid-19. Perbarindo Bali mempersilakan debitur BPR untuk mengajukan permohonan relaksasi mengacu pada POJK No.11/POJK.03/2020.
Sekretaris DPD Perbarindo Bali, Made Suarja mengatakan, kriteria nasabah debitur yang mendapatkan relaksasi sudah tertera jelas dalam POJK 11.
Debitur yang telah memenuhi kriteria POJK 11 akan kembali dianalisis oleh BPR. Ini mencakup penilaian sisi usaha debitur dan kewajiban debitur. BPR bisa memberikan relaksasi atau kemudahan/keringanan sesuai hasil analisis pada masing-masing debitur.
Menurut Suarja, model atau jenis relaksasi yang diberikan kepada setiap debitur berbeda tergantung hasil analisis BPR. Jenis relaksasi yang bisa diberikan BPR antara lain penundaan pembayaran pokok, perpanjangan jangka waktu angsuran kredit dan lainnya.
Terkait peta jumlah nasabah debitur BPR di Bali yang mendapatkan relaksasi, menurutnya, belum bisa dikalkulasi secara pasti. Debitur masih mengajukan proses relaksasi dan BPR masih melakukan analisis terhadap masing masing debitur yang terdampak covid-19. “Diprediksi sekitar Mei-Juni baru akan terlihat sedikit gambaran debitur BPR yang mengajukan relaksasi,” jelasnya.
Anggota Komisi XI DPR RI asal Bali, I Gusti Agung Rai Wirajaya mengatakan, debitur BPR bisa datang ke bank untuk mengajukan relaksasi jika betul terdampak covid-19. Relaksasi ini bisa dalam bentuk restrukturisasi kredit. Restrukturisasi kredit ini bukan penghapusan atau penundaan pembayaran utang atau angsuran.
Restrukturisasi ini merupakan keringanan pembayaran cicilan pinjaman. BPR wajib memberikan edukasi terkait relaksasi dan restrukturisasi yang akan diberikan kepada debitur terdampak covid-19.
Rai Wirajaya meyakinkan debitur terdampak covid-19 wajib tetap membayar cicilan pokok atau cicilan bunga hutang. Namun diberikan keringanan berdasarkan penilaian dan kesepakatan bersama antara debitur dan bank. “Wajib menjadi pertimbangan masyarakat dan debitur, BPR dibebankan biaya bunga simpanan dana pihak ketiga, sehingga debitur juga masih diwajibkan membayar angsuran baik pokok maupun bunga,” ucapnya.
Wakil Ketua Tim Percepatan Penanganan Dampak dan Pemulihan Covid-19 Provinsi Bali, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya, mengatakan wabah pandemi corona ini memberikan dampak ekonomi dan sosial. Guna membantu mempercepat pemulihan ekonomi, Pemerintah Provinsi Bali juga perlu merangkul pengurus Perbarindo mewakili BPR di Bali dalam tim percepatan guna memberikan masukan recovery Bali pasca covid-19. BPD Bali menjadi bank milik Pemerintah Provinsi Bali mesti memayungi BPR. BPD Bali dengan merangkul Perbarindo Bali mesti berjuang bersama menjaga stabilitas ekonomi Bali pasca pandemi corona. *kup