Kebijakan yang Tepat, Indonesia bisa Lepas dari Krisis Corona

Praktisi ekonomi dari STIE BIITM Sahid, Dr. Luh Kadek Budi Martini, S.E., M.M. di Sanur, Selasa (14/4)  menyatakan Indonesia bisa lepas dari krisis akibat pandemi Covid-19.

296

Denpasar (bisnisbali.com) –Praktisi ekonomi dari STIE BIITM Sahid, Dr. Luh Kadek Budi Martini, S.E., M.M. di Sanur, Selasa (14/4)  menyatakan Indonesia bisa lepas dari krisis akibat pandemi Covid-19. Itu karena kebijakan yang diambil oleh pemerintah diakui oleh dunia, karena selain hati-hati menyikapi dan membuat strategi, tampaknya cara yang ditempuh oleh Presiden Jokowi dianggap tepat oleh dunia internasional, khususnya IMF.

Ini membuat IMF menyatakan Indonesia termasuk satu dari tiga negara di Asia yang mampu bertahan mengatasi corona. Dr. Luh Budi menyebutkan, pemerintah memperkirakan dampak dari pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia ada dua skenario, yakni berat dan sangat berat. Skenario berat diperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 2,3 persen atau turun 3 persen dibanding asumsi APBN 2020 yang mencapai 5,3 persen, serta skenario sangat berat adalah ekonomi Indonesia minus 0,4 persen.

“Saat ini semua negara saat masih fokus menangani wabah Covid-19 yang pada akhirnya mengganggu kepercayaan investor, sektor pariwisata/travel, supply chain dan pasar keuangan,” ujarnya.
Prospek pelemahan ekonomi global tersebut diperparah lagi dengan kecenderungan pelemahan harga minyak mentah global. Skenario saat ini, diakui, cenderung lebih parah dibanding 2008-2009. Kala itu, Indonesia masih mampu menahan dampaknya, karena struktur ekonomi sebagian besar ditopang oleh sektor konsumsi domestik.
Pada waktu itu, masyarakat di daerah masih tetap beraktivitas normal, demikian juga UKM yang tidak berhubungan dengan ekspor impor masih beroperasi normal. Sementara situasi saat ini berbeda, pandemi Covid-19 merusak hingga ke level konsumsi masyarakat di bawah.

“Sebagai ilustrasi, saat ini ada sekitar 7 juta pengangguran dan pertumbuhan ekonomi 5 persen setara dengan penciptaan lapangan kerja untuk 2 juta hingga 2,5 juta orang,” ucapnya.
Artinya dengan skenario berat di mana ekonomi hanya bertumbuh 2,3 persen, itu berarti hanya akan membuka lapangan pekerjaan untuk 920 ribu hingga 1,2 juta warga negara. Jika skenario sangat berat terjadi yaitu ekonomi minus 0,4 pesren, maka akan ada masyarakat yang kehilangan pekerjaan sekitar 160 ribu hingga 200 ribu orang dibanding 2019, belum termasuk sektor informal yang bekerjanya untuk memperoleh penghasilan harian.
“Agar skenario sangat berat tidak terjadi, pemerintahan Jokowi berupaya mengatasinya melalui kebijakan fiskal, yakni berupa belanja negara dengan mengeluarkan kebijakan dan stimulus Rp 405,1 triliun,” katanya yang biasa menjadi moderator dalam event ekonomi ini.

Dr. Luh Budi menambahkan belanja dana sebesar itu digunakan untuk dana kesehatan, jaring pengaman sosial (Social safety net / SSN), insentif perpajakan, alokasi untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan usaha.
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah itu yang diakui oleh dunia, bahwa Indonesia bisa lepas dari krisis akibat pandemi Covid-19.*dik