Karangasem perlu memiliki pasar kuliner. Selain bakal menumbuhkan pengusaha kecil mikro dan menengah (UMKM), pasar kuliner juga menumbuhkan perekonomian, dan membangkitkan serta mengembangkan kreativitas dalam rangka melestarikan kuliner tradisional warisan leluhur Karangasem. Bagaimana mewujudkannya?
PENDAPAT mengenai perlunya ada pasar kuliner di Karangasem, disampaikan Ketua DPRD I Gede Dana, beberapa hari lalu. Pria asal Desa Datah yang mantan pekerja pariwisata di sebuah hotel di Nusa Dua itu mengatakan, sangat penting di Karangasem ada pusat hidangan, pasar senggol atau pasar kuliner. Dikatakan mantan chef spesialis bakery itu, meski ada warung makan di Karangasem, selama ini lokasinya tidak terpusat namun menyebar di sejumlah pinggir jalan. Karena belum terpusat dalam satu lokasi atau berupa pasar kuliner, kerapkali kalangan biro perjalanan wisata atau warga luar Karangasem sulit mencari makanan atau kuliner, tentunya dengan banyak pilihan guna memenuhi selera orang. ‘’Kalau kuliner terpusat atau mengumpul seperti pasar atau pasar kuliner, tentunya kalau orang dalam rombongan berjumlah besar, tidak cocok seleranya dengan satu menu di satu warung atau restoran, mereka bisa menikmati makanan di warung sebelahnya yang berdekatan dalam satu areal,’’ paparnya.
Di lain pihak, sejumlah pengusaha yang beberapa waktu lalu bertemu Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri. Salah satunya pengusaha biro perjalanan wisata Edy Sanyoto mengatakan, masih sulit mencari rumah makan atau restoran di Karangasem. Di Amlapura juga sulit, karena banyak wisatawan lokal, keliling kota Amlapura, ternyata tidak menemukan tempat makan yang representatif. ‘’Kami pernah bertanya kepada teman yang minta membawa wisatawan dalam jumlah besar ke Karangasem, namun saat kami tanya, tempat makannya di mana? Mereka menjawab, tamunya dibawakan nasi kotak dulu. Wah, saya bilang tidak bisa begitu,’’ papar Edy.
Sementara itu, Manajer Badan Pengelola Taman Ujung, Ida Made Alit yang dihubungi di tempat terpisah juga mengatakan, di Karangasem belum ada restoran yang representatif dan bertaraf internasional. Karena itu, dia mencontohkan sendiri terkait pengelolaan Taman Ujung, masih sulit kalau hendak membuka operasional Taman Ujung sampai malam hari. Sebab, restoran bertaraf internasional belum ada.
Gede Dana menambahkan, soal bagaimana mewujudkan pasar kuliner itu, bisa dikerjasamakan pengelolannya. Lokasinya dipilih yang strategis di lokasi pinggir jalan yang ramai apalagi jika menjadi jalan dilewati paket tur wisata. Gede Dana mengatakan, lokasi pasar senggol di pertigaan depan Kodim Karangasem, lokasinya strategis. ‘’Lokasi yang dulu dikenal dengan pasar senggol itu, milik Kodim dijadikan pasar kuliner apakah lewat kerja sama ataukah lahan itu dibeli Pemkab Karangasem. Di wilayah Rendang, yang menjadi jalan ramai lintasan tur ke Besakih, juga bagus untuk lokasi pasar kuliner,’’ paparnya.
Menurut Gede Dana, Karangasem memiliki tradisi kuliner yang terkenal. Magibung, tradisi makan bersama, merupakan tradisi dari Karangasem. Kuliner gibungan banyak variannya, selain sate dan lawar. Kuliner dari Karangasem, seperti belayag dengan betutu atau ayam kampung terkenal di luar Karangasem. Masih banyak jenis kuliner warisan racikan leluhur yang bisa digali dan diperkenalkan lagi, selain jukut liklik dari berbagai bahan, urap don tabia bun, sayur urap pepe, juga sate dan rawon gurita. Sementara, Karangasem juga memiliki tradisi turun-temurun membuat minuman fermentasi berupa arak Bali. Arak Bali itu, baik yang dibuat dari tuak kelapa, tuak jaka atau pun tuak lontar. Ribuan KK warga menjadi perajin arak secara turun-temurun. Wilayah yang dikenal argan turun-temurun sebagai perajin arak sebagai penghasil penting rumah tangga mereka, seperti Banjar Kebung di Desa Sidemen, serta Banjar Merita di Desa Labasari, Kecamatan Abang. ‘’Minuman tradisional yang dikemas atau dijadikan menarik, sehingga aman bagi kesehatan itu, bisa menambah khasanah dan cirri khas pasar kuliner di Karangasem,’’ tandas Gede Dana. *bud