Berhasil lolos dari dampak kemarau ekstrem, kalangan petani padi di Tabanan belum bisa tenang menunggu hasil panen. Hadangan berikutnya pun menunggu. Petani dihadapkan pada permasalahan baru, yakni serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Apa dampak dan penyebabnya?
KEMARAU panjang yang masih membayangi hingga kini membuat sejumlah sentra pertaniaan padi di Kabupaten Tabanan jadi terdampak. Luas luas tanam padi menurun, mengingat di sejumlah sentra produksi, petani melakukan tunda tanam. Sebelumnya, pada Februari ini banyak kalangan memprediksi bahwa merupakan puncak tanam padi seiring dengan meningkatnya curah hujan. Namun sayangnya itu tidak terjadi saat ini.
Akibatnya, hanya sentra produksi yang tidak mengandalkan curah hujan bisa melakukan proses tanam, sedangkan untuk areal sawah tadah hujan, petani belum bisa melakukan olah tanah. Hasilnya, musim tanam pada awal tahun ini terjadi tidak serempak.
Menurut Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Tabanan, I Nengah Mawan musim tanam yang tidak serempak jadi ancaman bagi kelangsungan produksi padi sekarang ini. Itu terbukti salah satunya yang terjadi di daerah Gubug, Kecamatan Tabanan pada subak Muncan, Subak Batu Sangian, dan di daerah Pangkung Karung, Kecamatan Kerambitan di Subak Seronggo. Katanya, di daerah tersebut dengan irigasi yang mencukupi, membuat petani bisa melakukan proses tanam padi. Namun kini, kendalanya adalah padi yang ditanam tersebut terancam diserang hama tikus.
“Di daerah Gubug, serangan hama tikus mencapai 4-5 hektar. Yang terjadi di daerah Pangkung Karung serangan hama tikus ini lebih parah lagi dengan luasan lebih besar, bahkan sudah membuat sejumlah petani di sana gagal tanam,” ujarnya.
Paparnya, di Subak Seronggo serangan hama tikus ini sempat membuat padi yang sudah berumur lebih dari satu bulan ini jadi rusak atau gagal tanam. Namun oleh petani di sana, lahan tersebut diolah lagi dan ditanami padi kembali. Prediksinya, menanam kembali ini tetap saja peluang untuk serangan hama tikus ini juga kembali terjadi.
“Memang kebiasaan petani selalu begitu. Artinya, petani selalu semangat untuk menanam, namun tidak memiliki cara untuk mengendalikan serangan hama. Saat ini petani hanya mengandalkan pengendalian hama secara niskala saja, tanpa melakukan upaya pengropyokan atau penebaran racun tikus,” kilahnya.
Bercermin dari pengalaman sebelumnya, jelas Mawan, untuk serangan hama tikus di daerah Gubug maupun Pangkung Karung pernah terjadi pada sepuluh tahun lalu, dan tahun ini nampaknya kembali lagi terjadi. Asumsinya, tahun ini penyebab serangan hama tikus ini merupakan dampak dari penanam padi yang tidak serempak, sehingga serangan hama tikus ini hanya terjadi di daerah ditanami padi saja.
Sementara itu, Kapela Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan I Gusti Putu Wiadnyana mengungkapkan, dampak kemarau panjang ini telah membuat luasan panen di sejumlah sentra produksi padi berpotensi menurun. Sebab, sejumlah sentra produksi padi yang selalu menyumbang jumlah produksi cukup besar selama ini, belum bisa melakukan proses olah tanah bahkan tanam padi hingga kini.
“Salah satunya sentra produksi padi yang ada di Desa Megati, Kecamatan Selemadeg yang merupakan sentra produksi padi terluas sekaligus menjadi barometer dari harga jual gabah di tingkat petani,” tandasnya.
Di sisi lain sambungnya, saat ini yang bisa mengolah lahan atau tanam padi di Tabanan hanyalah subak yang tidak mengandalkan pengairan irigasi dari tingkat curah hujan, namun luasan subak tersebut sangat kecil. Di antaranya, sejumlah subak yang ada di Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Kediri, Penebal, dan Baturiti. Katanya, daerah tersebut sekaligus juga sebagai daerah yang sudah menyerap alokasi pupuk subsidi periode Januari dan Februari ini. *man