Dewa Nyoman Sadguna, Kendala Pemasaran

BUDI DAYA ikan nila yang banyak dilakukan oleh petani ikan di kawasan Danau Batur, Kintamani, Bangli ternyata belum mampu memberikan keuntungan besar bagi para petani ikan.

487

BUDI DAYA ikan nila yang banyak dilakukan oleh petani ikan di kawasan Danau Batur, Kintamani, Bangli ternyata belum mampu memberikan keuntungan besar bagi para petani ikan. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Ir. Dewa Nyoman Sadguna, M.Agb., mengatakan kebutuhan ikan nila sangat tinggi, bahkan petani ikan belum mampu memenuhi kebutuhan pasar di Bali. Namun petani ikan belum mampu melakukan pemasaran dengan lebih baik dan hanya mengandalkan para pedagang ikan yang datang membeli.

Dewa Sadguna memaparkan, hal tersebut malah membuat keuntungan lebih besar dinikmati oleh para pedagang terutama pedagang  “Saya melihat masih minimnya mereka mendapatkan keuntungan padahal kebutuhan pasar sangat luar biasa. Saya coba melakukan penelitian untuk mencari solusi dari persoalan pemasaran (rantai pasar) yang dihadapi petani ikan di Kintamani, apalagi dukungan Gubernur Bali terhadap pemasaran produk lokal sudah ditunjukkan dengan adanya Pergub Nomor 99/2018,” tuturnya beberapa waktu lalu.

Usaha tani bidang perikanan budi daya memiliki prospek cerah karena sampai saat ini ikan konsumsi, baik berupa ikan segar maupun dalam bentuk olahan masih belum mencukupi kebutuhan konsumen. “Makanya kami mencoba mencari tahu sistem rantai pemasaran dan marjin pemasaran ikan nila KJA Danau Batur, Desa Kedisan, Kintamani, Bangli. Hasilnya terdapat satu sistem

saluran pemasaran ikan Nila produksi petani pembudidya ikan yaitu dari petani ikan langsung ke pedagang pengecer dan marjin pemasaran dari tiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses rantai pasar ikan nila yang diproduksi petani ikan nila sekitar Rp3 ribu sampai Rp8 ribu masing -masing untuk pedagang pengecer lokal dan pedagang pengecer nonlokal dengan bagian harga yang diterima petani dari masing-masing pedagang pengecer lokal sebesar 90% dan pedagang pengecer nonlokal sebesar 77,14 persen,” ungkapnya.

Jadi dalam pemasaran, pembagian atas balas jasa, yaitu marjin pemasaran di antara lembaga perantara yang terlibat adalah timpang. Marjin pemasaran terbesar diperoleh pedagang pengecer nonlokal dibandingkan pedagang pengecer lokal. Walaupun nilai bagian harga petani pembudidaya ikan nila ini terlihat lebih besar daripada bagian  biaya dan keuntungan pedagang pengecer, namun hal ini bersifat relatif, karena biaya terbesar yang dilakukan petani pembudidaya ikan dalam proses budidayanya masih tidak sepadan dengan biaya yang nyaris tidak ada dari pedagang pengecer dalam aktivitas pemasarannya. Hal ini mengindikasikan proses pemasaran ikan nila petani pembudidaya di Danau Batur,  Kedisan belumlah efisien.

Dikatan untuk memperoleh efisiensi pemasaran ikan nila, petani pembudidaya ikan harus dapat lebih berorientasi pasar dengan mengikuti kecenderungan harga ikan nila konsumsi di pasar dan tidak perlu ewuh-pakewuh dalam menetapkan harga produknya. Petani perlu mengembangkan kerja sama dan sikap rasional bisnis sehingga ruang gerak menjadi lebih leluasa, sehingga akan terbuka kesempatan yang lebih luas dan inovatif untuk berhadapan dengan pasar.

“Perlu juga ada pola kerja sama yang lebih intensif di antara petani pembudidaya ikan dan pedagang pengecer sebagai perantara pemasaran dengan membuat kesepahaman yang lebih berkeadilan dan saling menguntungkan bagi semua pihak

yang terlibat dan sekaligus dapat meminimalisir inefisiensi pemasaran produksi ikan Nila di masa mendatang,” tukasnya. Dapat pula dibentuk koperasi seperti yang diharapkan Gubernur Koster, dalam upaya mempermudah pemasaran dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Untuk meningkatkan harga jual petani sebaiknya melakukan sortasi, pengemasan, pengangkutan, standardisasi dan fungsi

penunjang, seperti informasi pasar, dan penanganan risiko. “Selain itu perlu adanya kebijakan pemerintah daerah dalam mendukung iklim usaha yang kondusif dengan peningkatan proporsi ‘value added’ produk bagi petani, seperti insentif produksi melalui transfer inovasi teknologi usaha budi daya ikan, terutama berkaitan dengan pengadaan bibit ikan, sistem teknologi penyimpanan pascapanen yang memadai dan penyediaan informasi pasar yang akurat dan cepat, sehingga petani pembudidaya ikan akan mampu menyiasati terjadinya gejolak harga ikan hasil budidayanya,” pungkasnya. *pur