Rabu, Oktober 30, 2024
BerandaBaliDemi  ’’Recovery’’ Pariwisata, Bali Wajib Ikuti Kebijakan Pusat

Demi  ’’Recovery’’ Pariwisata, Bali Wajib Ikuti Kebijakan Pusat

Dampak merebaknya, virus corona di Tiongkok berdampak signifikan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali.

Denpasar (bisnisbali.com) –Dampak merebaknya, virus corona di Tiongkok berdampak signifikan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Putu Astawa, Jumat (28/2) mengatakan, recovery pariwisata Bali wajib mengikuti kebijakan pemerintah pusat.

Berkenaan dengan dampak negatif yang ditimbulkan akibat merebaknya virus corona tersebut, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia termasuk ke Bali menunjukkan angka penurunan. Ini telah disikapi pemerintah pusat dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat penting.

Ia menjelaskan kebijakan pemerintah pusat secara mendasar membantu pemulihan pariwisata dan perekonomian. Kebijkan pemerintah terkait recovery pariwisata Indonesia tentu akan berdampak tatanan pariwisata Bali dalam jangka pendek.

Dipaparkannya, kebijakan pemerintah pusat pertama memberikan tambahan anggaran sebesar Rp298,5 miliar untuk insentif airline dan travel agent dalam rangka mendatangkan wisatawan asing ke dalam negeri.

Untuk wisatawan dalam negeri diberikan sebesar Rp443,39 miliar insentif dalam bentuk diskon sebesar 30 persen potongan harga untuk 25 persen seat per pesawat yang menuju ke sepuluh destinasi wisata.

Astawa menekankan sepuluh destinasi pariwisata yang tersebar di 33 Kabupaten/Kota tidak dipungut pajak hotel dan restoran (sebesar 10%) selama 6 (enam)

bulan. Sepuluh destinasi pariwisata tersebut yaitu Danau Toba, Yogyakarta, Malang, Manado, Bali, Mandalika, Labuan Bajo, Bangka Belitung, Batam, dan Bintan.

Sebagai gantinya, Pemerintah Pusat akan memberikan hibah sebesar Rp3,3 triliun kepada sepuluh destinasi pariwisata. Dalam APBN juga tersedia anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pariwisata sebesar Rp147 miliar yang akan dikonversi menjadi hibah ke daerah-daerah untuk memacu pariwisatanya.

Ia menilai pemerintah daerah tidak boleh memungut PHR selama 6 bulan bisa menjadi kebijakan yang sangat berat bagi pariwisata Bali. Ini terutama dirrasaka.  Kabupaten Badung, Gianyar dan Kota Denpasar yang APBD-nya banyak ditopang pajak PHR.

Putu Astawa menambahkan seluruh stakeholder pariwisata, Pemprov Bali dan pemerintah daerah mesti menyikapi  kebijakan pusat tidak dipungut pajak hotel dan restoran (sebesar 10%) selama 6 (enam). “Ini bagai buah simalakama, pemerintah daerah ridak memungut PHR selama 6 bulan, PR pemerintàh mesti mencari dana pengganti,” ucap Putu Astawa. *kup

Berita Terkait
- Advertisment -

Berita Populer