Denpasar (bisnisbali.com) –Selain berpedoman pada suku bunga acauan Bank Indonesia atau 7 day reverse repo rate (BI 7DRR), perbankan dalam menurunkan suku bunga diakui dengan melihat bagaimana kondisi likuiditas perbankan secara umum, apakah masih ketat atau tidak.
“Untuk saat ini, penyesuaian kita lihat pasar seperti apa karena kita bank buku 2 dan tidak bisa mempengaruhi pasar,” kata Direktur Utama Bank Mantap, Josephus K. Triprakoso saat dihubungi.
Kendati demikian, ia tetap optimistis penyaluran kredit maupun penghimpunan dana pihak ketiga pada 2020 ini masih bertumbuh kisaran 20 persen. Ditambah lagi perusahaan akan bermain di Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi pensiunan. Dengan adanya produk KUR, tidak akan mengganggu basis utama bisnis pada segmen pensiunan maupun kredit secara keseluruhan.
Ia pun menyebutkan perusahaan akan melakukan penetrasi lebih dalam di segmen pensiunan, khususnya dengan mengembangkan layanan dan produk yang memudahkan nasabah, khususnya nasabah pensiunan lewat digitalisasi layanan perbankan.
Sampai dengan akhir Desember 2019 total aset yang dimiliki Bank Mantap di posisi Rp26,95 triliun atau tumbuh sekitar 28,7 persen, sedangkan posisi DPK mencapai Rp19,86 triliun atau tumbuh sampai dengan 30,2 persen. Untuk penyaluran kredit berkisar Rp 20,31 triliun atau meningkat sampai 30,9 persen, sedangkan laba bersih yang dihasilkan 456 miliar atau tumbuh sampai dengan 36,8 persen dari periode tahun sebelumnya.
Sebelumnya Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan kendati memprediksi kalangan perbankan akan mulai menurunkan suku bunga kredit pada 2020 ini secara bertahap, masih ada keraguan bank akan cepat menyesuaikan suku bunga kredit.
“Untuk penurunan bunga kredit akan terjadi pada 2020 namun cenderung lambat,” katanya.
Berapa besar penurunan suku bunga pinjaman bank, kata Bhima, perkiraan bank hanya menyesuaikan penurunan 10-20 basis poin (bps). Satu sisi bank sentral sudah memangkas BI 7 day reverse repo rate (7DRR) 100 bps pada 2019. Pada Februari 2020, BI kembali menurunkan bunga acuan 4,75 persen.
“Penurunan suku bunga kredit bank yang lambat mempertimbangkan faktor tingginya risiko kredit bermasalah, kemampuan debitur untuk mencicil dan ketidakpastian ekonomi global,” ujarnya.
Ia mencontohkan adanya virus corona di Tiongkok yang dampaknya cukup luas mempengaruhi sektor keuangan, perdagangan hingga pariwisata. Bank masih wait and see tunggu situasi global membaik, untuk menurunkan bunga kredit.
Sementara dari sisi simpanan lainnya, Bhima menilai bank cenderung lebih lambat menurunkan bunga, bahkan beberapa bank akan menaikkan bunga simpanan (termasuk special rate). Faktor utamanya ada pada kondisi likuditas bank yang mengetat.
“Bank tengah bertahan dengan adanya kecenderungan kelas menengah atas menyimpan di aset yang aman seperti emas,” terangnya.
Tidak hanya itu, prospek penurunan suku bunga juga terganjal struktur industri bank yang tidak sehat. “Ada 114 bank yang saling berebut dana, sementara pasar keuangan di Indonesia dangkal. Konsolidasi berupa merger dan akuisisi bank yang lambat, jadi penyebab utama struktur keuangan bank tidak sehat,” imbuhnya. *dik