Konsumsi Buah Lokal, Militansi Masyarakat Diharap Tinggi

466

Momen Hari Raya Galungan dan Kuningan kali ini memberikan kesempatan bagi buah lokal mendapatkan harga yang sesuai di tengah melimpahnya pasokan pada musim panen. Hal ini dikarenakan minimnya buah impor di pasaran, sehingga masyarakat lebih memilih buah lokal sebagai sarana untuk upakara Galungan dan Kuningan. Seperti apa?

KEBERADAAN buah lokal khususnya musiman saat ini cukup melimpah. Beberapa jenis buah lokal yang banjir di pasaran seperti anggur hitam, salak, manggis, wani hingga durian. Jenis buah lokal seperti ini sering tidak memiliki harga bagus saat musimnya, dikarenakan pasokan melimpah dengan permintaan yang minim. Tidak jarang pula buah lokal dibiarkan begitu saja (tidak dipanen) atau terbuang karena tidak laku.

Berbeda dengan keadaan saat ini. Harga buah lokal cukup memberikan angin segar bagi petani. Seperti yang terjadi di beberapa pasar, bahkan mengalami kenaikan harga, mengingat melambungnya permintaan masyarakat terhadap buah lokal yang digunakan untuk kebutuhan upakara saat Hari Raya Galungan lalu.

Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang pedagang buah di Pasar Badung Jro Wiwik yang diiyakan pula oleh pedagang lainnya, Sang Ayu Anggawati. Menurut Sang Ayu, selain pasokan sedikit dan harga tinggi, permintaan buah impor juga berkurang. Hal tersebut diperkirakan karena pengaruh corona yang terjadi di Tiongkok, sehingga masyarakat mengurangi pembelian buah impor yang sebagian besar didatangkan dari Tiongkok. Di sisi lain, keberadaan buah lokal musiman juga meningkat dengan harga yang relatif jauh lebih terjangkau meski mengalami kenaikan harga. Seperti halnya wani yang semula Rp20.000 per kilogram jelang Galungan lalu naik menjadi Rp25.000 per kilogram, manggis dari Rp25.000 per kilogram menjadi Rp30.000 per kilogram, anggur hitam dari Rp18.000 per kilogram menjadi Rp23.000 per kilogram dan buah naga dari Rp10.000 menjadi Rp15.000 per kilogram.

Menanggapi hal tersebut Kepala Bidang (Kabid) Produksi, Dinas Pertanian Provinsi Bali I Wayan Sunartha mengatakan, kejadian ini memberikan angin segar bagi petani yang mendapatkan harga bagus saat musim panen buah lokal. “Tidak lagi terjadi salak dijual Rp1.000 per kilogram, sekarang sudah Rp10.000 per kilogram kan bagus. Harga yang didapatkan petani saat ini sesuai, tidak ada harga anjlok,” terangnya.Dikatakannya, jika harga hasil produk pertanian bagus, gairah masyarakat untuk bertani dan menghasilkan produk berkualitas juga tinggi. Dikatakannya, pasar yang sebenarnya mampu mengendalikan produksi pada petani. Jika harga di pasaran bagus, maka petani mau untuk memproduksi lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik bahkan melalui proses sortir sebelum sampai ke pasar.

Dengan demikian, kata Sunarta, untuk terus meningkatkan produksi buah lokal, maka paling utama yang harus dilakukan yaitu meningkatkan militansi masyarakat Bali untuk mengkonsumsi buah lokal. “Buah impor akan dengan mudah dikendalikan ataupun ditekan kedatangannya, jika masyarakat lebih memilih mengkonsumsi buah lokal. Pedagang di pasar selalu menjual apa yang dibutuhkan dan dicari masyarakat. Jadi jika pilihan masyarakat lebih ke buah lokal, secara otomatis permintaan buah impor berkurang,” ujarnya. *wid