Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI atau 7 day reverse repo rate (BI 7DRR) karena sangat menyadari pentingnya suku bunga rendah bagi dunia usaha. Suku bunga kredit sangat mempengaruhi jumlah kredit yang diajukan mengingat suku bunga menjadi salah satu komponen biaya bagi pengusaha. Benarkah penurunan BI 7DRR masih relatif kecil?
SEBAGAI mana diketahui pada 19-20 Februari 2020, BI menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bsp) dari sebelumnya 5 persen menjadi 4,75 persen. Berita ini cukup menggembirakan pelaku usaha mengingat suku bunga acuan tersebut dapat diikuti oleh penurunan suku bunga kredit maupun suku bunga simpanan.
Beberapa tokoh bisnis bahkan menginginkan agar bunga acuan tersebut lebih rendah lagi. Salah seorang tokoh yaitu IB Kade Perdana. Wakil Ketua Umum Kadin Bali ini menyarankan agar bunga acuan tersebut diturunkan menjadi hingga 4 persen.
Terkait hal tersebut Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, M. Setyawan Santoso menyampaikan mengapa BI menurunkan bunga acuan hanya sedikit, tidak langsung 0,5 persen atau 1 persen. Pengusaha sangat menginginkan suku bunga rendah dan dunia usaha memerlukan stimulus agar kembali bergairah di tengah tengah kondisi perekonomian yang melambat.
“Jawabannya adalah penetapan suku bunga acuan ditentukan oleh banyak faktor,” katanya.
Analis ekonomi BI ini menyebutkan, faktor-faktor tersebut di antaranya pertama, kondisi perekonomian dunia. Di tengah kondisi perekonomian dunia yang melambat, permintaan dunia terhadap barang ekspor tentu akan menurun sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Kedua, kondisi perekonomian domestik yang saat ini diwarnai oleh tingginya ketergantungan pada konsumsi domestik. Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, diperlukan insentif untuk memacu pertumbuhan investasi.
Ketiga, kondisi neraca pembayaran dan nilai tukar saat ini, jumlah devisa masuk agak terganggu dengan lemahnya ekspor dan menurunnya arus kunjungan wisman, termasuk sebagai dampak dari virus corona. “Kondisi ini menyebabkan terhentinya proses penguatan nilai tukar rupiah, bahkan kini kembali melemah,” terangnya.
Keempat, tingkat harga atau inflasi pada 2019 cukup terkendali yaitu mencapai 2,45 persen (yoy) sehingga memberi ruang untuk tambahan jumlah uang beredar akibat dari kenaikan kredit. Kelima, adalah situasi stabilitas sistem keuangan yang salah satunya ditandai oleh kinerja perbankan.
Setyawan menegaskan, BI sangat menyadari pentingnya suku bunga rendah bagi dunia usaha. Suku bunga kredit sangat mempengaruhi jumlah kredit yang diajukan mengingat suku bunga menjadi salah satu komponen biaya bagi pengusaha. Dengan makin rendahnya suku bunga, makin rendah jumlah biaya biaya yang harus dibayar oleh bank sehingga akan memacu pengusaha untuk mengajukan kredit.
“Pengusaha pada saat tingkat bunga sebelumnya tidak berani mengajukan kredit karena margin keuntungannya sangat tipis. Maka dengan turunnya suku bunga kini mereka berani berusaha karena keuntungannya mulai melebihi total biayanya,” ucapnya.
Namun, kata Setyawan, perhitungan yang matang dari BI juga mempertimbangkan pula aspek aspek tersebut. Misalnya, jika suku bunga acuan dipasang sangat rendah, akibatnya adalah investasi di Indonesia kurang menarik bagi investor asing.
“Pada saat penerimaan devisa dari ekspor barang dan jasa yang lemah saat ini, kita memerlukan kestabilan penerimaan devisa dalam bentuk investasi untuk tetap menjaga kecukupan cadangan devisa nasional,” paparnya.
Itulah sebabnya penurunan suku bunga acuan dilakukan secara gradual dan hanya 0,25 basis poin. Kini pertanyaannya apakah penurunan suku bunga acuan dapat menurunkan suku bunga kredit dan simpanan? Setyawan menegaskan jawabannya ya. Sebab, dengan turunnya suku bunga BI 7DRR yang diikuti oleh penurunan lending fasility rate pada besaran yang sama, biaya bank untuk mendapatkan pinjaman dari BI juga menurun sehingga memungkinkan bank untuk menurunkan suku bunga.
Namun penurunan tersebut tergantung pada kondisi individual dari tiap-tiap bank. Tiap-tiap bank pada umumnya telah menyusun business plan termasuk rencana penerimaan dan biaya beberapa bulan ke depan sehingga untuk menurunkan bunga kredit diperlukan penyesuaian. Bank juga memerlukan waktu untuk melakukan penyesuaian dari sisi data dan administrasinya.
“Selain masalah penyesuaian, bank biasanya enggan menurunkan suku bunga khususnya suku bunga kredit karena penurunan suku bunga kredit mengakibatkan penurunan income,” ungkapnya.
Hal sebaliknya terjadi untuk suku bunga simpanan. Bank lebih suka untuk menurunkan suku bunga simpanan mengingat menurunnya suku bunga simpanan mengakibatkan penurunan biaya.
Ia pun menyebutkan apakah penurunan suku bunga acuan dapat meningkatkan pertumbuhan kredit? Jawabannya adalah tergantung faktor bank, faktor pengusaha, konsisi perekonomian dan faktor insentif. Dari sisi bank, pertumbuhan kredit tergantung kepada kebijakan bank untuk melakukan ekspansi kredit. Jika bank ingin melakukan ekspansi kredit, penurunan suku bunga merupakan argumen yang bagus untuk promosi.
“Sementara itu jika bank tidak antusias melakukan ekspansi, bank tidak melakukan promosi apa pun menghadapi penurunan suku bunga kredit,” imbuhnya.
Dari sisi pengusaha, ia menilai, pertumbuhan kredit tergantung kepada keinginan penguasaha untuk memanfaatkan peluang usaha atau melakukan ekspansi usahanya. Dari hitung-hitungan data, penurunan kredit sewajarnya mengakibatkan makin banyak pengusaha margin keuntungannya melebihi biaya bunga sehingga diperkirakan akan makin banyak pengusaha yang mengajukan kredit.
Faktor selanjutnya adalah kondisi perekonomian. Dengan situasi perekonomian dunia dan perekonomian nasional yang menghadapi tantangan saat ini, membuka atau memperluas usaha pasti menghadapi tantangan yang lebih besar dari kondisi perekonoian kondusif sehingga pertumbuhan kredit diperkirakan sedikit tertahan. Faktor terakhir adalah ada tidaknyua insentif.
Apakah selain mendapatkan biaya bunga yang rendah, pengusaha juga mendapatkan insentif untuk berusaha, bisa dalam bentuk pemberian fasilitas, keringanan pajak/retribusi sampai dengan bantuan pengepakan dan pemasaran. *dik