Ke depan kami (Unud) membantu membuat vaksin, karena sampai sekarang belum ada vaksin untuk mencegah ASF
KENDATI isu wabah virus African Swine Fever (ASF) masih menghantui sebagian masyarakat di Bali, pemerintah melalui dinas terkait terus meyakinkan bahwa tidak ada masalah untuk mengkonsumsi daging babi. Terlebih lagi menjelang Hari Galungan yang sudah tentu kebutuhan dan permintaan terhadap daging babi akan meningkat. Kementerian Pertanian pun tak tinggal diam dan berupaya memberikan bantuan agar wabah yang sampai saat ini belum juga dipastikan tersebut segera berlalu dan peternak merasa tenang.
Dalam sebuah acara One Health Talkshow yang digagas oleh Pusat Kajian One Health Collaborating Center (OHCC) Udayana di Denpasar, baru-baru ini, Kabid Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Ketut Nata Kesuma menyampaikan, ASF atau demam babi Afrika merupakan suatu penyakit yang tidak zoonosis, namun mengakibatkan dampak sosial ekonomi yang cukup berarti bagi masyarakat. Ketidakpastian informasi yang beredar di masyarakat saat ini mengenai ASF telah membuat resah baik masyarakat, peternak maupun pedagang.
Diakuinya, sampai saat ini hasil laboratorium belum keluar sehingga belum bisa diketahui kepastian virus tersebut. Maka dari itu, pihaknya menyatakan tidak perlu ada keraguan bila ingin mengkonsumsi daging babi. “Saya rasa tingkat konsumsi daging babi di masyarakat masih tinggi. Buktinya saya lihat di beberapa pedagang nasi babi guling masih ramai pembeli, jadi jangan khawatir,” ujar Nata.
Terkait konsumsi daging babi menjelang Hari Galungan, pihaknya telah menginformasikan kepada dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan di seluruh Bali untuk melakukan pengawasan, terutama saat pemotongan agar menggunakan babi yang sehat. Hal ini juga akan diawasi oleh dokter hewan yang ditunjuk di kabupaten dan bekerja sama dengan dokter hewan praktek di wilayah masing-masing. “Masyarakat ketika membeli daging babi di pasar, harus jeli, pilih yang sehat,” harapnya
Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Arif Wicaksono menyampaikan, upaya yang telah dilakukan oleh dinas dan aparatur di Bali ini sudah benar, yakni kewaspadaan dan kesiapsiagaan. “Yang terpenting adalah bersatu padu dan gencar melakukan edukasi kepada masyarakat. Kementan sudah memberikan bantuan obat, disinfektan, alat semprot dan lainnya sebagai wujud action di lapangan,” papar Arif.
Pihaknya menambahkan, sebagai salah satu cara utama dalam pengendalian dan penanggulangan ASF adalah biosekutiri, bertujuan untuk mencegah masuknya penyakit, mengurangi risiko penyebaran antar babi pada peternakan yang sudah tertular, dan mencegah keluar dan menyebarnya penyakit dari peternakan tertular. “Pada peternakan babi tindakan biosekuriti dapat dilakukan dengan cara membatasi lalu lintas orang, barang dan hewan,” imbuhnya.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Denpasar, I Putu Tarunanegara mengatakan jauh sebelum penyakit ini mewabah di Bali, pihaknya telah melakukan pencegahan dengan pengetatan lalu lintas babi dan produknya khususnya melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Dikatakannya, Bali memiliki risiko yang cukup tinggi terhadap penyebaran virus ASF ini. “Kami sudah melakukan langkah-langkah sosialisasi kepada stakeholder di bandara dan pelabuhan laut, melakukan tindakan pencegahan dengan memeriksa barang tentengan penumpang dan juga sampah pesawat serta sampah dari kapal pesiar sudah kita lakukan sesuai SOP yang ada,” kata Tarunanegara.
Selanjutnya dengan pihak terkait seperti dinas dan direktorat jenderal sama-sama melakukan kegiatan di lapangan, bergandengan tangan, bersatu padu, agar sebisa mungkin wabah ini tereliminasi dan bisa dihilangkan dari Bali. “Kami tidak kendor walaupun ada indikasi wabah ini terjangkit di Bali, upaya penjagaan di Pelabuhan Gilimanuk juga kami tingkatkan meski tidak mudah tetapi mudah-mudahan semua bisa kita antisipasi,” paparnya.
Sementara Akademisi dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Prof. Nyoman Mantik Astawa memaparkan sebagai ilmuwan pihaknya membantu untuk melakukan penelitian secara ilmiah terhadap jenis virus yang mewabah saat ini. Selain itu pula melakukan identifikasi apakah virus tersebut sama dengan virus yang mewabah di Afrika dulu lalu menyebar ke Eropa dan Asia. “Ke depan kami (Unud) membantu membuat vaksin, karena sampai sekarang belum ada vaksin untuk mencegah ASF,” sebut Mantik.
Meski hasil lab belum keluar, pihaknya menyampaikan dugaan sementara bahwa virus yang menyerang ratusan babi di Bali memang jenis ASF. Gejala yang diperlihatkan sangat mirip dengan ASF. “Pada babi itu sejatinya ada dua jenis penyakit yang mirip, yaitu Classical Swine Fever (CSF) dan African Swine Fever (ASF), tapi ASF lebih ganas. CSF sudah ditemukan di Bali sejak 1993. Kami di lapangan mengalami kesulitan menentukan keduanya sehingga perlu kerjasama dengan pihak lab di Sesetan,” tutupnya. *dar