Mangupura (bisnisbali.com)-Adanya virus corona akan berdampak pada kegiatan ekspor-impor dari Indonesia ke Tiongkok. Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bali, AA. Bayu Joni, mengatakan pengiriman produk ekspor Bali ke Tiongkok tidak signifikan terkena dampak virus corona.
Kebetulan dari anggota ALFI Bali lebih banyak mengirim furniture dan handycraft untuk tujuan ekspor. Hanya saja tujuan pengiriman bukan ke Tiongkok. “Virus corona tidak banyak berdampak kegiatan pengiriman produk ekspor di Bali,” ucapnya.
Bayu Joni menjelaskan pelaku usaha dan pelaku ekspor di Bali harus banyak belajar dari kasus virus corona. Tujuan ekspor tidak boleh bergantung hanya pada satu negara saja.
Menurutnya, pelaku usaha di Bali wajib memiliki pasar yang beragam. Apabila satu negara bermasalah masih banyak negara tujuan ekspor Bali lainnya. Kargo dan pelaku jasa forwarding tidak banyak melakukan ikatan kontrak dengan Tiongkok. Kontrak dagang pada umumnya tidak banyak dan sifatnya situasional saja.
Bayu Joni menambahkan pelarangan penerbangan ke Tiongkok oleh pemerintah sampai batas waktu yang tidak ditentukan juga tidak mempengaruhi pengiriman produk ekspor Bali. “Pengiriman barang ekspor Bali tidak terganggu karena tujuan ekspor ke luar Tiongkok,” tegasnya.
Sebelumnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan pemerintah akan mencari pasar baru untuk mengekspor hasil industri dalam negeri menyusul wabah virus corona di Tiongkok yang belum usai.
“Oleh sebab itu, kita harus mencari pasar baru (negara lain), karena kita tidak tahu berapa lama virus corona itu bisa hilang. Sebab, kalau hasil industri tidak bisa diserap Tiongkok, mereka (industri) ‘terpaksa’ harus mengurangi likuiditasnya, kan sayang,” tutur Agus.
Menurutnya, Tiongkok adalah satu di antara negara tujuan ekspor terbesar dari hasil produk industri Indonesia selain itu, negara tersebut menyerap banyak produk ekspor dari Indonesia. Dengan merebaknya virus corona, kata dia, harus dilihat apakah daya beli baik itu masyarakat maupun industrinya akan turun atau tidak. Bila turun tentu mempengaruhi permintaan untuk barang ekspor Indonesia ke Tiongkok.
Berkaitan dengan impor barang dari Negeri Tirai Bambu itu, Agus mengemukakan, ada pengaruhnya karena pasti ada proses produksi di Tiongkok yang mempengaruhi industri dalam negeri dalam hal bahan baku. Ia mencontohkan banyak bahan baku yang dibutuhkan industri di Indonesia harus diimpor dari negara lain termasuk Tiongkok. Karena keterbatasan dan ada wabah di sana maka bahan yang digunakan tidak bisa dipenuhi.
“Jadi impor itu belum tentu jelek. Impor jangan selalu dilihat dengan persepsi negatif, karena banyakan impor itu dibutuhkan untuk bahan baku industri kita sendiri,” paparnya.
Untuk itu, melihat kondisi kekinian, serta jangka menengah dan jangka panjang, Pemerintah Indonesia mesti mencari dan mengupayakan bahan baku lokal, agar mendorong industri tidak mengimpor dan menggunakan bahan baku itu di negeri sendiri. “Memang dari Tiongkok keperluan atau kebutuhan bahan baku kita untuk industri, sekitar 30 persen,” beber politikus asal Partai Golkar ini.
Pertanyaannya adalah, lanjut dia, dalam kondisi menghadapi virus corona ini apakah industri mereka masih berproduksi dengan normal. Artinya, hilirisasi masih terjaga dan normal ketika diserang virus corona. “Tapi kalau hilirisasi mereka turun, tentu kebutuhan bahan baku kita akan ikut berdampak,” ucapnya menjelaskan. *kup