Bangli (bisnisbali.com) –Merebaknya isu virus ASF yang mengakibatkan kematian pada ternak babi beberapa waktu lalu menjadi pukulan berat bagi pedagang daging babi eceran di pasar. Omzet menurun drastis padahal harga daging babi masih tetap tinggi.
Seperti yang terjadi di Pasar Kidul Bangli, sebagian pedagang mengeluhkan turunnya omzet pascaisu virus yang melanda ternak babi. “Mungkin masyarakat takut mengkonsumsi daging babi karena adanya virus yang belakangan ini marak dibicarakan dan mengakibatkan ternak babi mati. Padahal daging babi yang kita jual ini pastinya berasal dari babi yang sehat dan bukan babi sakit,” ungkap Ibu Dewa salah seorang pedagang daging babi.
Hal senada juga diungkapkan Wayan Nasih yang mengku sudah dua Minggu ini daganganya tidak pernah habis, padahal biasanya 1 ekor babi habis terjual dalam satu hari. “Kalau terus begini kita pastinya akan rugi karena harga daging babi masih tetap tinggi tapi peminatnya sedikit. Hari ini per kilo kita jual antara Rp55 ribu – Rp65 ribu per kilonya, sementara daging yang laku tidak lebih dari 30 kilo. Kalau dihitung – hitung penurunan hampir 60 persen,” terangnya.
Di sisi lain Ketua GUPBI Bangli, Sang Putu Adil, mengatakan masyarakat hendaknya tidak perlu takut mengkonsumsi daging babi karena virus itu akan mati saat proses pemasakan. “Jangan takut untuk mengkonsumsi daging babi apalagi kita di Bangli tidak ditemukan ternak babi yang mati akibat paparan virus. Masyarakat bisa menikmati daging babi seperti biasanya dengan pola memasak yang benar,” ungkapnya.
Meski telah dilakukan kampanye makan daging babi namun masih banyak masyarakat yang belum paham bagaimana penularan virus ini, sehingga penting untuk memberikan edukasi agar masyarakat tidak takut makan daging babi.*ita