Mangupura (bisnisbali.com) –DPRD Badung, Kamis (6/2) kemarin, menggelar rapat koordinasi dengan Sekda yang juga Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Wayan Adi Arnawa. Agenda penting yang dibahas berupa anggaran kelurahan dan hibah.
Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua I dan II DPRD Badung Wayan Suyasa dan Made Sunarta bersama sejumlah anggota seperti Gusti Anom Gumanti, Putu Alit Yandinata, Komang Triani, GN Saskara, dan Nyoman Dirgayusa. Selain Sekda, pihak eksekutif juga diwakili pimpinan OPD terkait dengan BPKD Nyoman Gede Suyasa, an pimpinan OPD terkait lainnya.
Terungkap, saat ini anggaran dan program yang digelontor ke kelurahan tak pernah jelas. Selain itu, secara hierarki, kelurahan ada di bawah OPD mana, tetap tak pernah jelas. “Semua saling lempar tanggung jawab,” tegas Ketua Fraksi PDI Perjuangan Gusti Anom Gumanti.
Ketika sudah tahu bahwa kelurahan ada di bawah kecamatan, katanya, program-program yang dirancang maupun digelontor ke kelurahan tetap tak sesuai harapan. “Program-program kelurahan tak pernah maksimal. Kondisi ini sangat berbeda dengan desa,” tegasnya.
Dia pun mencontohkan, ketika ada jalan rusak bahkan hanya satu buah paving rusak, tak ada yang bsia bertanggung jawab. “Kelurahan terkesan dianaktirikan,” katanya.
Yang paling parah, kini sudah ada regulasi yakni Permendagri No.130 tahun 2018 yang mengatur soal anggaran keluarahan minimal 5 persen dari APBD atau setara dengan dana terendah yang dikelola desa, katanya, belum juga diaplikasikan. Untuk itulah, Anom Gumati mewakili teman-teman anggota DPRD yang lain minta agar dibuat perbup serta juklak dan juknis mengenai anggaran kelurahan. “Kami tak ingin puasa terus,” ujar Anom Gumanti yang berasal dari Kelurahan Kuta.
Selain itu, Anom Gumanti juga minta pendapatan lurah minimal bisa disamakan dengan kades. Saat ini, perbandingannya 10 dan 15. Ini tentu sangat tidak masuk akal karena persoalan di kelurahan jauh lebih kompleks.
Anggota lainnya Alit Yandinata, Made Retha termasuk Wakil Ketua II Made Sunarta mempertanyakan mekanisme hibah yang belum cair beberapa tahun sebelumnya. Ketika dimasukkan dalam tahun berjalan, permohonan hibah ini ditolak sistem e-hibah yang ada.
Terkait dua persoalan ini, Ketua TAPD yang juga Sekda Badung Wayan Adi Arnawa menegaskan regulasi soal anggaran kelurahan sedang berproses. “Kami berharap 2020 ini rampung sehingga bisa diaplikasikan pada 2021 mendatang,” katanya sembari menambahkan, sebelum regulasi ini rampung, anggaran kelurahan bisa pokir atau hibah.
Soal besarannya, katanya, sesuai ketentuan permendagri, minimal setara anggaran desa yang terendah atau 5 persen dadri APBD. Walau begitu, dai memastikan, kalau memungkinkan anggaran kelurahan bisa lebih besar dari ketentuan permendagri. “Ini penting karena kelurahan dan desa sama-sama berbasis rakyat,” katanya.
Mengenai hibah, kata Adi Arnawa, untuk anggaran induk 2020, hibah bisa diterima maksimal sampai Maret. “Selanjutnya untuk APBD perubahan, proposal bia diterima hingga Mei tahun berjalan,” katanya.
Bagaimana dengan permohonan hibah tahun sebelumnya yang belum cair? Dia memastikan tak bisa cair dan harus membuat permohonan baru sesaui dengan ketentuan di atas.
Pada kesempatan itu, Sekda juga menambahkan, hibah yang akan diberikan kepada masyarakat akan diubah menjadi hibah barang. “Hibah yang diserahkan tak lagi berupa gelondongan uang tetapi barang,” katanya.
Misalnya hibah balai banjar, pembangunannya akan dilakukan oleh pemkab melalui OPD terkait, setelah jadi baru diserahkan kepada masyarakat. “Selain mempermudah pertanggungjawaban, mekanisme ini berpeluang untuk terjadinya efisiensi,” katanya. *adv