Denpasar (Bisnisbali.com) – Kasus kematian babi akibat virus ASF yang terjadi di sejumlah kabupaten/ kota di Bali, sudah mengalami penurunan. Terbukti dalam enam hari terakhir terjadi ‘zero’ kematian babi. Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Dr.drh.IKG.Nata Kesuma, MMA., mengatakan kesuksesan memutus rantai penyebaran virus berkat kerja keras peternak babi dalam meningkatkan biosecurity.
Puncak kematian babi terjadi pada Senin (20/1) lalu yakni sebanyak 606. Dari kasus kematian babi akibat virus yang belum dikenal tersebut total tercatat 888 ekor babi yang mati mendadak. Kasus terbanyak di Kabupaten Badung sejumlah 598 ekor, Bangli 1 kematian, Denpasar 45 kematian, Gianyar mati 24 ekor, Tabanan mati 219 ekor dan Karangasem 1 ekor. Bila dirupiahkan total kerugian akibat kematian babi lebih dari Rp1,3 Miliar dengan asumsi harga babi Rp1,5 juta per ekor.
“Sampai saat ini hasil laboratorium belum kami terima. Tapi berbagai upaya penanggulangan sudah kami lakukan bersama kabupaten/kota dan juga peternak. Bahkan pemerintah pusat juga memberikan bantuan berupa disinfektan untuk menyemprot ternak 5000 ekor yang sudah kami salurkan,” terang Nata Senin (3/2) di Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Denpasar.
Bantuan tersebut sudah disalurkan ke Badung di 4 kecamatan berpotensi, Bangli 2 kecamatan, Buleleng 2 kecamatan, Denpasar 4 kecamatan, Gianyar 2 kecamatan, Jembrana 5 kecau, Karangasem 3 kecamatan, Klungkung 2 kecamatan, Tabanan 2 kecamatan dengan total 26 kecamatan berpotensi yang telah mendapatkan bantuan.
Dikatakan dari populasi babi di Bali yang mencapai 762.409 ekor yang tersebar di Jembrana 22.826, Tabanan 94.348, Badung 70.356, Gianyar 138.764 , klungkung 23.309, Bangli 59.747, Karangasem 142.758, Buleleng 195.927 dan Denpasar 14.374, maka kematian 888 ekor tidak signifikan mempengaruhi harga daging babi di pasaran. Terbukti harga daging tetap normal yaitu Rp55 ribu per kilogram.
“Tapi memang sejumlah peternak babi yang panik, padahal babinya tidak sakit malah menjual dengan harga murah. Ini malah menguntungkan rumah potong hewan yang sering kali semakin menekan harga babi,” ungkapnya. Meski demikian dikatakan kasus tak akan mengganggu ketersediaan daging babi menjelang hari raya Galungan. Untuk itu ia berharap agar peternak tidak terprovokasi dengan informasi yang tidak jelas, sehingga cepat-cepat menjual ternaknya.
Ditambahkan, yang harus dilakukan peternak adalah tetap menjaga biosecurity dengan menjaga sumber pakan yang jelas tidak dari limbah roti, limbah hotel dan restoran tanpa dimasak. Selain itu higienis dan sanitasi di kandang juga harus terus dijaga, dengan melarang sembarang orang masuk ke kandang. “Seharusnya memang tidak boleh masuk sembarangan karena penularan bisa melalui langsung (alat menangkap babi) yang ke sana kemari beli babi, tukang tangkap babi, tukang jagal, yang berpotensi tinggi penyebaran virus. *pur