Amlapura (bisnisbali.com) –Pemkab Karangasem menggelar persembahyangan atau upacara nangluk merana di Pura Penataran Desa Padangbai, Karangasem, Rabu (29/1). Upacara itu digelar dalam rangka mohon perlindungan, terhindar dari bencana yang disebabkan penyakit, seperti wabah corona yang menjadi perhatian dunia belakangan ini.
Upacara itu atas inisiatif Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri. Bupati memerintahkan Kabag Kesra Wayan Witrawan, mohon petunjuk dari sang sulinggih. Diputuskan, upacara dipusatkan di Pura Penataran Padangbai dan masyarakat khususnya di Karangasem diajak ikut mendoakan.
Selain persembahyangan di pura Penataran Padangbai, Bupati dan pamedek juga mulang pakelem ke laut Padangbai.
Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri mengatakan, virus corona adalah wabah yang belakangan ini memang menjadi perbincangan orang di seluruh dunia. Dalam mengantispasi merebaknya virus corona khususnya di Kabupaten Karangasem, pihaknya berinisiatif melakukan pencegahan secara niskala dengan mengadakan upacara nangluk merana.
Nangluk merana adalah suatu upacara yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun di Kabupaten Karangasem yang bertujuan untuk memohon keselamatan di Bali agar dijauhkan dari hal-hal yang negatif, terutama sejumlah bencana yang terjadi selama ini di nusantara dan terhindar dari serangan hama dan penyakit.
Bupati secara langsung menginstruksikan Kabag Kesra Setda Kabupaten Karangasem, Wayan Witrawan untuk berkoordinasi dengan Ida Pedanda Gede Wayan Tianyar dari Gria Mandhara Sindhu Sidemen sebagai Dharma Upapati PHDI Kabupaten Karangasem.
“Saya telah perintahkan Kabag Kesra guna meminta dewasa kepada Ida Pedanda Gede Wayan Pasuruan dari Gria Kawan Sibetan, ” jelas Bupati, Selasa(28/1)
Dalam petunjuk sang sulinggih, akhirnya jadwal upacara dilangsungkan pada Rabu (29/1), Buda Wage Wuku Warigadian, di Pura Penataran Agung Desa Adat Padang Bai yang dipuput oleh Sulinggih Siwa Budha yakni Ida Pedanda Gede Wayan Tianyar dan Ida Pedande Gede Nyoman Jelantik Dwaja.
“Terkait pelaksanaan upacara ini, sebelumnya kami sudah sampaikan kepada masyarakat di mana pun berada untuk ikut serta melakukan persembahyangan,” papar Mas Sumatri.
“Nangluk mrana berasal dari kata bahasa Bali yang kemungkinan juga mendapat pengaruh bahasa sansekerta. Nangluk berarti empangan, tanggul, pagar, atau penghalang; dan mrana berarti hama atau bala penyakit.
Mrana adalah istilah yang umum dipakai untuk menyebut jenis-jenis penyakit yang merusak tanaman. Bentuknya bisa berupa serangga, binatang maupun dalam bentuk gangguan keseimbangan kosmis yang berdampak merusak tanaman. Jadi nangluk mrana berarti mencegah atau menghalangi hama (penyakit), atau ritual penolak bala. *adv