Tabanan (bisnisbali.com) –Sejumlah peternak babi di Tabanan mulai waswas dengan adanya kematian babi secara mendadak yang terjadi di Desa Jegu, Kecamatan Penebel, Tabanan. Betapa tidak, kejadian serupa sangat mungkin dialami peternak lainnya, di tengah belum ditemukannya obat atau vaksin untuk mengatasi penyakit demam babi atau virus African swine and fever (ASF) saat ini.
Wakil Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi (Gupbi) Bali, Nyoman Ariadi, Kamis (23/1) mengungkapkan, saat ini dengan adanya banyak ternak babi yang mati secara mendadak meski belum ada keterangan resmi dari dinas terkait penyebab kasus tersebut, apakah positif ASF atau tidak. Kondisi itu membuat sejumlah peternak menjadi khawatir. Pasalnya, virus tersebut tidak berbahaya bagi manusia, tetapi mematikan untuk babi.
“Ironisnya lagi, sejauh ini belum ada vaksin yang dapat mencegah penularan virus tersebut. Hampir bisa dipastikan peternak hanya akan bisa pasrah jika virus tersebut menjangkiti babi mereka nantinya, karena tidak ada obatnya,” katanya.
Menurut Ariadi, saat ini untuk harga babi (sehat) secara umum memang belum banyak berdampak pada penurunan, hanya ada kecendrungan tukang jagal atau saudagar babi ini mulai membatasi pembelian karena mungkin sudah cukup banyak memiliki stok saat ini. Salah satunya disumbang peternak babi di Desa Jegu yang khawatir dengan ancaman ASF, sehingga ramai-ramai menjual dengan harga murah ternak mereka, meski sebenarnya ternak mereka masih dalam kategori sehat.
”Saat ini sebenarnya untuk harga babi yang sehat ini masih di kisaran stabil Rp25 ribu per kg – Rp26 ribu per kg tergantung kualitas,” ujarnya.
Ia menambahkan, meski harga babi siap potong ini belum berdampak pada penurunan, kondisi berbeda terjadi pada harga babi kualitas bibit yang turun tajam saat ini. Sebelumnya harga bibit babi yang dibanderol hingga Rp800 ribu – Rp900 ribu, kini kondisinya turun menjadi Rp500 ribu – Rp600 ribu.
“Perhitungan BEP untuk bibit babi ini mestinya berada di kisaran Rp700 ribu, sedangkan BEP untuk babi siap potong mencapai Rp26 ribu per kg,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan peternak babi lainnya, Gusti Putu Winiantara. Ia mengatakan, menyikapi ancaman dari ASF ini hanya bisa mengandalkan menjaga sanitasi kandang dengan melakukan secara rutin penyemprotan disinfektan. Selain itu, upaya lain adalah membatasi akses ke luar masuk kandang untuk menghindari penyebaran virus.
“Karena perlakuan yang lebih terhadap sanitasi kandang ini, maka biaya yang kami tanggung untuk usaha ternak babi menjadi lebih besar dari biasanya, khususnya untuk membeli disinfektan untuk sanitasi kandang,” katanya.
Gusti Winiantara menambahkan, di sisi lain meski telah mengeluarkan biaya lebih untuk antisipasi, kondisi tersebut belum menjamin harga babi akan laku sesuai harapan. Sebab, ada kecenderungan dengan banyaknya babi mati secara mendadak, membuat banyak tukang potong babi selektif membeli babi, sehingga kondisi tersebut berpeluang akan menambah beban produksi peternak jika babi yang diusahakan tidak laku terjual. *man