Pemerintah harus Tutup Investasi yang Rugikan Masyarakat  

Melihat berkembangnya kasus investasi yang merugikan masyarakat Bali, PT Solid Gold Berjangka (SGB) yang  berlarut, pemerintah diharapkan bergerak cepat untuk menutup investasi yang jelas-jelas merugikan masyarakat.

799
Dr. Simon Nahak, S.H., M.H.

Denpasar (bisnisbali.com) –Melihat berkembangnya kasus investasi yang merugikan masyarakat Bali, PT Solid Gold Berjangka (SGB) yang  berlarut, pemerintah diharapkan bergerak cepat untuk menutup investasi yang jelas-jelas merugikan masyarakat.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum (MIH), Program Pascasarjana Universitas Warmadewa (PPs Unwar), Dr. Simon Nahak, S.H., M.H., Rabu (22/1) mengatakan, mengatasi hal itu pemerintah harus menyikapi  persoalan tersebut dengan bijaksana dan cepat. “Kalau cuma bijaksana tapi tidak cepat, kan rugi juga. Seperti halnya penyakit, kalau sudah tahu itu bikin banyak orang mati kenapa dibiarkan? Harus segera ditindak,” katanya.

Ia mengatakan, apalagi sudah ada rekomendasi dari DPRD Provinsi Bali untuk menutup operasional SGB, lalu kenapa masih dibiarkan beroperasi. “Meski rekomendasi tersebut, sifatnya lebih pada kebijakan politik. Namun, tetap memiliki kekuatan hukum yang seharusnya dipatuhi para pihak yang terkait agar tidak menambah korban,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan, meski PT SGB memiliki izin usaha dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), namun pengawasan sangat penting dilakukan. “Bisa saja usaha memiliki izin secara sah, namun dalam operasional melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku. Terbukti SGB ini sudah mendapatkan surat teguran dari Bappebti,” katanya.

Pemerintah terbukti lalai dalam proses pengawasan, terbukti terjadi banyak pelanggan yang merugikan masyarakat Bali yang masih awam terhadap investasi. Apalagi secara empirik, diakui masyarakat sangat mudah tergiur dengan janji keunggulan besar tanpa harus bekerja keras. “Orang kadang terobsesi, investasi dana misalnya Rp5 juta bisa dapat miliaran. Padahal itu dari hitung-hitungan tidak masuk akal,” katanya.

Apalagi dalam proses mediasi penggalian dana nasabah, seharusnya pengawasan juga dilakukan. “Saya melihat sesuatu yang aneh, karena para mantan marketing dihubungi untuk diberikan fee yang tertunda. Ini kan aneh, orang sudah tidak bekerja tapi mau diberikan sesuatu. Apa modusnya? Apa motifnya, ini ada kejanggalan,” tukas Simon.

Lebih lanjut dikatakan hal tersebut bisa jadi untuk menutupi kelemahan yang terjadi selama ini. “Bisa jadi agar saat bersaksi, mereka tidak memberatkan perusahaan. Ini masih jadi tanda tanya juga,” katanya.

Guna mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, peran pemerintah dalam pengawasan harus ditingkatkan.

Untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak lagi, pemerintah harus cepat menutup SGB. Kesigapan pemerintah dalam mengambil keputusan sangat diharapkan. *pur