Walau ada kasus Natuna, kunjungan turis Cina ke Karangasem justru meningkat. Ke depan, agar kunjungan wisatawan mancanegara (wisman ) ke Karangasem tetap stabil dan bisa meningkat, citra Karangasem harus dipertahankan. Apa yang harus dilakukan?
PRAKTISI pariwisata di Karangasem, Ida Made Alit mengatakan, sebenarnya kunjungan turis ke Karangasem antara Cina dan Eropa sudah bersaing. Kalau dulu, masih didominasi turis Eropa, kini turis asal Negeri Tirai Bambu juga sudah meningkat, bersaing jumlahnya antara Eropa dan Cina.
Ida Made Alit merujuk kepada data kunjungan ke Taman Soekasada Oejoeng (TSO) Karangasem. Dari data kunjungan wisman ke TSO tahun 2019, total pengunjung dari wisman 104.000. Dari jumlah itu, Cina setengahnya, sementara Eropa dan India setengahnya. Sementara kunjungan lokal pada tahun yang sama, 111.000 lebih.
Tentunya, kalau digabungkan dengan kunjungan ke objek lainnya seperti Besakih, juga lebih banyak lagi. Namun dari pengamatannya, jumlah kunjungan antara Eropa dan Asia khususnya Cina bersaing banyaknya. Soal kenapa pihaknya merujuk kepada kunjungan ke TSO, selain dia tahu persis karena sebagai manajer cagar budaya taman peninggalan Kerajaan Karangasem itu, karena termasuk pengunjungnya banyak. Pengunjung ke Bukit Lempuyang yakni turis melihat Gunung Agung yang sesekali masih mengembuskan asap, satu paket kunjungan dijual pihak biro perjalanan wisata dengan Taman Tirtagangga dan TSO.
Soal pengunjung ke TSO, tergolong unik. Kerap ada turis Cina ingin bersembahyang di padmasana TSO. Pihaknya dan pemangku setempat pun melayani, termasuk kalau minta diperciki tirta dan mohon bija. ‘’Mereka terlihat sangat khusyuk, karena memang konsep keagamaannya tak jauh dengan masyarakat Bali. Mereka senang jika mendapatkan percikan tirta, minum air suci itu, dan mendapatkan bija. Mereka tampak berkesan,’’ paparnya.
Menurut Ida Made Alit, memang Karangasem layak mengembangkan konsep wisata spiritual. Tentunya, hanya sembahyang ke pura, tetapi juga tirtayatra atau pun meditasi dan yoga. Ada sejumlah pasraman, ashram dan instruktur yoga di Karangasem.
Menurut mantan general manager sebuah hotel di Candidasa itu, potensi di bidang objek dan daya tarik wisata di Karangasem harus dipertahankan dan dikembangkan. Selama ini, masih banyak turis yang komplain, soal fasilitas seperti jalan raya yang sempit, parkir yang sempit, bahkan tak ada, toilet yang tak ada atau pun kalau ada kerap kotor dan tak ada airnya. Selain itu, soal donasi atau tiket. ‘’Seperti tetap ramainya kunjungan ke Bukit Lempuyang melihat panorama Gunung Agung, harus dimanfaatkan. Citra objek wisata kita harus dijaga, fasilitasnya dilengkapi bertaraf internasional, sehingga tak banyak komplain,’’ paparnya.
Di lain pihak, pengelola biro perjalanan wisata yang menangani turis asal Cina, Edy Sunyoto beberapa waktu lalu saat bertemu Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri, potensi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan Cina ke Karangasem masih tinggi. Wisatawan Cina ada ketertarikan dengan Karangasem, terutama soal keindahan dan kealamian alamnya. Turis asal Cina tertarik dengan alam yang indah dan alami, tidak hanya ingin melihat peninggalan atau heritage. Pihaknya bersama rekannya menawarkan investasi soal pertanian organik, diharapkan Bupati menyambut tawaran itu dan bisa menyediakan lahan baik untuk pertanian atau perkebunan.
Edy Sunyoto mengatakan, di Karangasem restoran yang representatif saja, di Karangasem masih sulit dicari. Wisatwan lokal saja, masih kesulitan untuk mencari makan di Amlapura. *bud