Bangun Optimisme Pasar, Inovasi Produk Perumahan mesti Ditingkatkan  

Tahun 2020, merupakan tantangan tersendiri bagi sejumlah pengembang baik rumah subsidi maupun nonsubsidi untuk bisa menangkap peluang bisnis properti yang terbuka di Bali.

344
Direktur PT. Rafikha Abadi Utama, Titin Muslic

Tabanan (bisnisbali.com) –  Tahun 2020, merupakan tantangan tersendiri bagi sejumlah pengembang baik rumah subsidi maupun nonsubsidi untuk bisa menangkap peluang bisnis properti yang terbuka di Bali.

Tantangan itu yang harus diubah menjadi peluang dengan membangun optimisme dalam berusaha, diharapkan tetap mampu menggaet kepercayaan dan minat beli pasar. Inovasi dan kreativitas marketing harus terus dipacu sehingga tetap mampu mendenyutkan nadi perusahaan dan bisnis  properti yang padat karya dan modal ini. Demikian diungkapkan Direktur PT Rafikha Abadi Utama, Titin Muslich, Rabu (15/1).

Pengembang asal Jombang, Jawa Timur ini, mengungkapkan, mengaktualisasikan inovasi dan kreativitas marketing di perusahaan properti itu, bukan saja berarti gencar dalam mempromosikan produk. Namun konsep marketing yang harus dijalankan yaitu, berinovasi sejak awal proyek perumahan dibangun. Mulai dari pemilihan lokasi yang strategis, lingkungan aman dan nyaman, memastikan tersedianya fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) memadai, legalitas perumahan yang terjamin bagi konsumen, tak kalah esensial yakni bagaimana merancang konsep dan desain perumahan yang nyaman dan aman sehingga bisa memenuhi kebutuhan konsumen.

“Desain perumahan yang baik bagi kami merupakan bagian penting yang harus dibuat karena merupakan etalase dari produk yang dijual. Tentu saja bukan semata menonjolkan etika dan stetika bangunan rumah itu sendiri, tapi juga dibuat dengan kualitas material yang terjamin,” tambah pengembang yang berparas cantik ini.

Katanya, saat ini konsumen  tak hanya masyarakat umum, tapi kalangan milenial juga sangat selektif memilih rumah tinggal. Mereka tak hanya memperhatikan aspek lokasi, tapi juga desain dan motif perumahan yang sesuai dengan budaya kearifan lokal. Karena itu inovasi desain perumahan yang dibuat juga tak lepas dari budaya lokal. Konsep Modern Balinese Style, diangkat untuk diaplikasikan dalam wujud perumahan dengan tipe 45/80 m2 seharga Rp325 juta  yang dibangun di kawasan Desa Keliling, Tabanan. Dekat dengan pasar rakyat, juga masyarakatnya yang heterogen diyakini prospek investasi hunian minimalis modern ini sangat prospektif.

“Daya tarik seni budaya Bali itu luar biasa. Ini menginspirasi kami untuk membangun model rumah minimalis klasik, salah satunya tersirat pada desain pintu utama yang memanfaatkan loster kayu dengan motif ukiran tradisional Bali,” imbuhnya.

Lebih lanjut tentang kualitas bangunan, sebutnya wajib mengacu pada bestek pembangunan umum (PU) yang ditentukan pemerintah terkait. Ini bertujuan memberi keamanan bagi konsumen. Pondasi dasar yang menggunakan batu kali, dinding yang didesain finishing memanfaatkan batu alam dan keramik pilihan diharapkan tak mudah lumutan karena hujan, dan dari sisi interior juga tak kalah memperhatikan kenyamanan bagi penghuninya.

“Saat ini tak sedikit keluarga kecil atau mereka yang memulai rumah tangga baru ingin belajar mandiri dan  tinggal terpisah dengan orangtuanya. Dengan adanya pilihan rumah minimalis modern, yang mampu mengakomodasi kebutuhan mereka yakni, jumlah kamar yang memadai, ruang tamu yang cukup luas, dapur, dan kamar mandi yang apik tentu akan membuat mereka nyaman. Tak hanya itu sisa lahan juga tersedia untuk perhayangan bagi yang beragama Hindu, garasi, dan tempat jemuran pakaian. Inilah bagian dari inovasi perumahan masa kini yang menyentuh kepentingan keluarga kecil,” paparnya.

Dia optimis, walaupun saat ini persaingan  makin ketat, namun dengan mengedepankan inovasi berharap minat beli pasar dapat digaet.

Praktisi bisnis properti yang juga anggota Asosiasi Pengembang Indonesia, Bagio Utomo, S.H., menyampaikan, upaya pemerintah pusat untuk meningkatkan serapan rumah dengan fasilitas likuiditasi pembiayaan perumahan ( FLPP) dengan menambah dana proyek memang bagaikan angin surga bagi asosiasi pengembang perumahan di Indonesia. Bukan saja itu DPD Real Estate Indonesia (REI) Bali, APERSI, PI, juga asosiasi pengembang yang lainnya. Rencana pemerintah untuk menambah dana rumah subsidi berskema FLPP sebesar Rp8,6 triliun itu bertujuan untuk mengejar target kekurangan pembangunan rumah FLPP yang bisa sekaligus menjadi tonggak bangkitnya dunia properti tahun ini. Namun dalam pelaksanaannya FLPP yang merupakan program yang dibiayai negara lewat PUPR belumlah maksimal. Belum semua bank nasional yang siap menyalurkan program ini. Alasannya sulit terserap, juga kondisi  pengembangan proyek perumahan ini di beberapa wilayah  yang dinilai tak prospektif.  Secara nasional pada 2020 ada 10 bank nasional dan 27 bank daerah yang berhak menyalurkan program FLPP.  Namun praktiknya dari sisi pembagian kuota kepada asosiasi pengembang bank mestinya tak tebang pilih. Ini justru mengurangi kesempatan sebagian pengembang untuk turut andil dalam program pembangunan perumahan yang prorakyat kecil ini. Persoalan lain yang kerap terjadi yakni ketika berhadapan dengan konsumen yang kebetulan permohonan FLPP-nya tak dikabulkan, sesungguhnya tetap bisa dilanjutkan tapi tak dapat subsidi 0,5 persen per tahun.  Kebaikan program perumahan subsidi silang itu juga mengatur ketentuan batas gaji tak lagi di bawah Rp4 juta tapi lebih dari itu dengan subsidi uang muka hingga Rp40 juta. Bagio Utomo optimis, bisnis properti Bali bisa tetap eksis karena penduduknya heterogen. Sebagai kawasan ekonomi, Bali bak gula yang akan dikerumuni semut – semut. Tantangan pengembang tentu berinovasi, memantapkan strategi marketing, juga taat dan bersinergi dengan kebijakan pemerintah. Contoh mematuhi zonefikasi pengembangan perumahan, juga legalitas yang wajib lainnya. Tak kalah penting adalah kepedulian pada lingkungan sekitar sehingga konsep perumahan berwawasan lingkungan dan budaya diharapkan makin mampu menggairahkan pasar properti di Bali khususnya. *gun