Semarapura (bisnisbali.com) –Kabupaten Klungkung memang terkenal sebagai sentra produksi kain tenun tradisional Bali, yaitu endek. Berbagai ragam kain endek dihasilkan oleh para perajin di kabupaten yang juga dikenal dengan sebutan Bumi Serombotan ini. Beberapa di antaranya adalah endek sutra jumputan, endek sutra mastuli dan endek sutra kristik yang saat ini sedang digandrungi para konsumen.
Ketiga ragam kain endek ini sepintas memiliki kesamaan, namun sejatinya ada hal yang membedakannya. Pemilik Toko Werdi Agung di Pasar Semarapura Blok B Klungkung, Jero Citra mengatakan bahan dasar pembuatan ketiga jenis endek ini adalah sutra mastuli. Yang membedakan hanyalah proses pengerjaannya.
“Satu lembar kain bisa dikerjakan selama tiga hari. Kami memproduksi sendiri kain endek ini yang didukung sebanyak 50 alat tenun bukan mesin (ATBM). Jadi pengerjaannya benar-benar masih tradisional. Selain itu kami juga mempekerjakan para perajin rumahan,” ucap Jero Citra.
Dengan proses pembuatan yang tradisional dan kualitas yang terjamin, tak ayal harga kain tenun ini relatif mahal. Satu lembar kain endek sutra mastuli dijual seharga Rp650 ribu, sedangkan endek sutra kristik seharga Rp750 ribu. “Ada pula endek sutra mastuli yang bisa dicuci kami jual seharga Rp1,2 juta. Pada umumnya kain endek tidak bisa dicuci karena warnanya bisa luntur, sehingga cukup dijemur atau diangin-anginkan saja setelah dipakai,” imbuhnya.
Motif ketiga kain tenun endek ini beragam, seperti motif barong, batik dan jumputan. Warnanya pun bervariasi sehingga bisa dijadikan pilihan oleh konsumen. “Ketiga ragam endek ini memang banyak dicari konsumen saat ini, biasanya dipakai sebagai bahan busana sembahyang, kegiatan adat dan organisasi PKK. Konsumennya tak hanya masyarakat lokal Klungkung, tapi ada juga dari Denpasar, Jembrana dan daerah lainnya. Sehari rata-rata laku terjual sebanyak lima potong,” terang Jero Citra.
Kendati demikian, dirinya mengaku penjualan kain endek belakangan ini agak lesu dan kerap sepi pembeli. Selain pengaruh kondisi ekonomi, hal ini juga dipicu adanya produk saingan berupa tenun bordir. “Seiring waktu, kain tenun bordir baik itu motif endek maupun songket kian merambah pasar. Harganya jauh lebih murah sehingga menjadi incaran konsumen. Meski demikian kami tetap komit melestarikan kain tenun tradisional Bali,” tutupnya. *dar