Denpasar (bisnisbali.com) – 2019 merupakan tahun yang penuh tantangan. Bank Indonesia (BI) menilai di tengah upaya mendorong momentum perekonomian nasional, ekonomi global bergerak penuh ketidakpastian.
“Setidaknya ada lima karakteristik penting yang perlu dicermati,” kata Kepala KPw BI Bali Trisno Nugroho di Sanur belum lama ini.
Trisno menyebutkan lima karakteristik tersebut yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi dunia menurun drastis pada 2019 dan kemungkinan belum pulih pada 2020. Hal ini dipicu oleh ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok yang masih berlangsung. Pertumbuhan ekonomi AS, Tiongkok, serta di banyak negara maju dan berkembang juga melambat.
“Sejumlah negara berisiko mengalami resesi seperti Brazil dan Turki,” ujarnya.
Lebih lanjut, perlambatan ekonomi global tersebut menekan volume perdagangan dan harga komoditas dunia makin rendah.
Kedua, kebijakan moneter sendiri belum tentu selalu efektif mengatasi dampak buruk perang dagang. Bank Sentral AS, Bank Sentral Eropa, Bank Sentral Jepang, telah melakukan pelonggaran kebijakan moneter dan injeksi likuiditas selama 2019, namun dampaknya belum mampu menyelamatkan ekonomi dunia.
“Bank sentral tidak bisa menjadi the only game in town dalam menghadapi dampak buruk perang dagang. Perlu sinergi bauran kebijakan ekonomi nasional dan internasional, baik melalui stimulus fiskal maupun reformasi ekonomi di sektor riil, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Ketiga, volatilitas arus modal asing dan nilai tukar di pasar keuangan global berlanjut. Menariknya, imbal hasil suku bunga jelas perlu terus dijaga, tetapi yang juga penting adalah memperkuat sentimen positif akan kredibilitas kebijakan dan prospek ekonomi Indonesia. Karenanya, berbagai kebijakan reformasi ekonomi perlu terus ditempuh termasuk kemudahan investasi dan promosi untuk menarik modal asing ke Indonesia, khususnya penanaman modal asing (PMA).
Bank sentral juga menyebutkan keempat, digitalisasi ekonomi dan keuangan meningkat pesat. Teknologi digital telah merombak secara mendasar proses produksi dalam era industri 4.0, perdagangan ritel melalui e-commerce, hingga di bidang keuangan, pendidikan, kesehatan, dan berbagai segmen kehidupan.
Terakhir kata Trisno yaitu kelima, teknologi digital juga mengubah perilaku manusia, baik sebagai konsumen maupun tenaga kerja. Jumlah penduduk milenial mencapai lebih dari 50 persen jumlah penduduk usia produktif Indonesia.
“Kelompok ini jauh lebih cepat dalam mengadopsi teknologi digital, termasuk dalam penggunaan telepon selular maupun media sosial,” jelasnya. *dik