Gianyar (bisnisbali.com) –Melihat perlambatan ekonomi dunia, perajin dan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) membatasi stok produk kerajinan dan handicraft yang akan dipasarkan ke pasar ekspor. Di samping membatasi stok, UKM juga mempelajari kebutuhan kaum milenial, sehingga produksi disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Ketua Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (Asephi) Bali, Ketut Dharma Siadja, Senin (9/12) mengatakan, kebutuhan produk kerajinan dan handicraft dari kaum milenial sangat dinamis. Untuk memenuhi kebutuhan pasar, perajin dan pelaku UKM wajib mempelajari kebutuhan kaum milenial ini.
Ia menjelaskan, perkembangan teknologi berdampak makin cepatnya perubahan tren pasar. Model produk kerajinan kesukaan kaum milenial selalu berubah, sehingga pelaku UKM harus membatasi stok.
Dharma Siadja memaparkan, pelaku UKM dituntut selalu memahami kebutuhàn pasar. “Jika produk yang dihasilkan tidak sesuai kebutuhan pasar, maka produk yang dihasilkan UKM akan mubazir,” katanya.
Ia menegaskan, kebutuhan pasar selalu berubah. Oleh karena itu, pelaku UKM wajib mempelajari pasar. UKM berproduksi tergantung permintaan pasar. Produksi disesuaikan dengan pesanan pelanggan.
Dharma Siadja menambahkan, bahkan ada pelaku UKM tidak berani membuat stok produk kerajinan dan handicraft. “UKM hanya berproduksi sesuai dengan pesanan,” katanya. *kup