Denpasar (bisnisbali.com) –Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Bali, Made Ariandi, menilai langkah Bank Indonesia (BI) dengan kembali menetapkan suku bunga acuan di level 5 persen baru akan dirasakan dampaknya pada awal tahun mendatang. Di sisi lain, diakuinya, kebijakan tersebut cukup membuat pelaku usaha bergairah untuk berusaha.
“Kebijakan dengan kembali menetapkan suku bunga acuan BI berada di 5 persen untuk kali kedua memang menjadi angin segar bagi pelaku usaha. Sayangnya, kebijakan tersebut baru digelontorkan jelang akhir tahun yang merupakan sudah tahap evaluasi pencapaian target bisnis bagi sejumlah pelaku usaha dari yang sudah dilakukan selama ini,” tutur Ariandi, di Denpasar, Rabu (27/11).
Bercermin dari itu, kebijakan suku bunga tersebut kecil kemungkinan langsung disikapi oleh sejumlah pelaku usaha di dalam negeri untuk mengambil langkah strategis atau bisnis, khususnya bagi kalangan usaha dengan orientasi pasar ekspor. Sebab pertimbangannya, pangsa pasar yang dituju untuk ekspor jelang akhir tahun ini sudah memasuki masa libur, sehingga besar kemungkinan stimulus dari BI ini baru disikapi pelaku usaha pada awal tahun atau pada triwulan pertama 2020 nanti.
Jelas Ariandi, meski baru dirasakan dampaknya pada awal tahun, saat ini kebijakan suku bunga acuan tersebut berpotensi menjadikan kalangan pelaku usaha untuk lebih percaya diri (PD) dari sebelumnya. Di sisi lain, diakuinya, hal itu juga memberi harapan bagi para pelaku usaha terhadap sejumlah kemudahan yang bisa dimanfaatkan. Di antaranya, penurunan suku bunga acuan yang akan berpotensi berdampak pada turunnya juga biaya produksi, kemudian dari sisi kemampuan daya saing terhadap harga jual akan lebih baik dari sebelumnya.
“Ketika semua itu dibarengi juga dengan kondisi persaingan usaha yang bagus, sektor usaha pastinya akan tumbuh menggeliat,” ujarnya.
Tambahnya, kisaran 5 persen untuk suku bunga acuan BI masih cukup ideal, meski level tersebut masih terlalu tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga yang diberlakukan di negara tetangga. Di antaranya, Singapura, dan Vietnam.
Sementara itu, pada triwulan III 2019 data BPS Bali mencatat produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) di Pulau Dewata turun -2,77 persen. Angka ini di bawah pertumbuhan nasional yang mencapai 5,13 persen pada periode yang sama. Secara tahunan turun -1,26 persen yang sekaligus menunjukkan bahwa angka ini lebih rendah dari pertumbuhan nasional, yakni 4,35 persen pada periode yang sama.
Periode yang sama untuk produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) Provinsi Bali tumbuh 3,15 persen, dibandingkan dengan triwulan II 2019. Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang tercatat 0,29 persen pada periode yang sama. Jika dilihat secara tahunan, produksi IMK Bali triwulan III 2019 tercatat tumbuh 10,25 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama pada 2018. Kondisi tersebut sekaligus memposisikan produksi IMK Bali lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang tumbuh 6,19 persen pada periode sama. *man