Tabanan (bisnisbali.com) –Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (LeSOS) melakukan inspeksi terhadap keorganikan produk padi Subak Jaka, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, Selasa (26/11).
Inspeksi dilakukan khususnya pada pengecekkan lapangan dan melakukan assessment terhadap dokumentasi, sekaligus merupakan tindak lajut permintaan dari Pekaseh Subak Jaka pada 18 November 2019 lalu.
LeSOS menurunkan dua orang inspector yang diketuai drh. Purnomo, dengan anggota Wian Saputra, SP, MP. Mereka diterima Kepala UPT Pertanian Terpadu Provinsi Bali Dr. I Wayan Sunada, SP, M.Agb, tim dari Dinas Pertanian Tabanan, dan Perbekel Desa Kukuh, I Made Sugianto.
Terang Sugianto, kelompok tani di Subak Jaka mulai menerapkan pertanian ramah lingkungan tanpa pestisida dan pupuk kimia sejak 2016. Imbuhnya, para petani memanfaatkan pemupukan dengan menggunakan kotoran padat dan cair dari ternak sapi peliharaan petani setempat.
“Kini setelah tiga tahun berjalan, kami ingin mendapatkan sertifikasi organik sehingga petani kami bersurat ke LeSOS untuk menilai keorganikan pertanian di Subak Jaka,” tuturnya.
Pekaseh Subak Jaka, Ir. I Wayan Yusa menambahkan, 2016 mendapat bantuan dari Pemkab Tabanan dalam program Gerbang Pangan Serasi (GPS). Melalui GPS, Desa Kukuh membentuk kelompok tani beranggotakan 62 orang dengan luas lahan untuk pertanian ramah lingkungan seluas 10 hektar. Katanya, anggota kelompok tani berkomitmen menggunakan pupuk organik dan meninggalkan pupuk kimia, sehingga Pemkab Tabanan memberikan bantuan 10 ekor sapi dan bibit padi.
“2018 pengembangan pertanian ramah lingkungan terus bertambah dengan luas lahan mencapai 13 Ha. Kondisi itu pula kemudian membuat Pemkab Tabanan kembali memberikan bantuan sapi 20 ekor dan bibit padi,” ujarnya.
Di sisi lain sambungnya, gabah yang dihasilkan oleh petani dibeli oleh Pemkab Tabanan dengan harga mencapai Rp5.800 per kg atau lebih mahal dibandingkan dengan harga gabah hasil produksi konvensional yang hanya diperdagangkan Rp3.800 per kg. Akuinya, kondisi itu pula yang membuat petani merasa diuntungkan dengan pertanian ramah lingkungan, sehingga luasannya terus bertambah.
“Selain harga gabah lebih tinggi dan terjadi peningkatan produksi, biaya selama satu panen juga lebih murah dengan pertanian ramah lingkungan. Sebab tidak beli pupuk kimia, tinggal mengolah kotoran dan urine sapi,” kilahnya.
Paparnya, pengembangan pertanian ramah lingkungan, estimasi efisiensi biaya produksi bisa mencapai Rp1.600.000 per hektar sekali panen. Perhitungannya, biaya pertanian konvensional Rp7.140.000 per hektar sedangkan pertanian ramah lingkungan hanya Rp5.540.000 per hektar.
Sementara itu, drh. Purnomo mengatakan, syarat minimal mendapatkan sertifikat organik yakni selama 1 tahun tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia, termasuk herbisida kimia. Ketentuan lainnya tidak boleh membakar jerami, tidak boleh pakai kotoran ternak masih segar, menjaga erosi air, dan menjaga kontaminasi dengan tetangga. Kontaminasi bisa terjadi dari udara, air, bahkan transportasi.
“Permohonan dari Subak Jaka untuk mendapatkan sertifikat organik, nanti akan disidangkan bersama tim. Namun, bagi yang sudah mendapatkan sertifikat organik, maka pengawasannya akan melekat. Jika melanggar dari ketentuan, LeSOS berhak mencabut sertifikat organik yang sudah diberikan,” tegasnya.*man