Denpasar (bisnisbali.com) –Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai lembaga keuangan milik desa adat, menjadi benteng pelestarian seni, adat dan budaya Bali dituntut bisa bertahan di tengah serbuan lembaga keuangan lainnya. Untuk itu kesehatan LPD harus terus ditingkatkan, agar mampu bersaing dengan yang lain.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LP-LPD), I Nengah Karma Yasa, S.E., usai Talkshow 35 Tahun LPD di Gedung Pers Bali K Nadha, Selasa (19/11) mengatakan, berbagai upaya harus dilakukan untuk penyelamatan LPD. “Upaya kami menyehatkan LPD, karena jumlahnya sangat banyak yaitu 1.435 dengan jumlah staf LP-LPD yang 71, jadi 1 orang membina hingga 40 LPD. Kita akan upayakan keterbatasan SDM ini dengan memanfaatkan teknologi, karena kalau kita menambah karyawan berarti akan menambah biaya. Jadi kita akan optimalkan dan efektifkan penyegaran LPD dengan pemanfaatan teknologi,” katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, LPD mempunyai kekuatan berbasis desa adat, itu modal yang utama. Kemudian sistem LPD yang sudah teruji selama 35 tahun menjadi kekuatan lain LPD. Meski demikian dengan ancaman saat ini yang harus diubah menjadi peluang adalah masuknya lembaga keuangan berbasis agama yang tidak bisa dihindari. “Ini harus menjadi perhatian dari pemilik LPD yakni desa adat dan bendesa adat untuk lebih kreatif karena kalau kita membatasi tentu tidak bisa. Tapi bagaimana mendorong krama desa untuk memanfaatkan jasa LPD dengan lebih optimal,” katanya.
Lebih lanjut dikatakan antara peluang dan tantangan akan selalu ada dalam perjalanan LPD. “Tapi bagaimana tantangan tersebut kita ubah dengan meningkatkan kualitas SDM LPD, produk- produk LPD sehingga meski zaman terus berubah LPD bisa menyesuaikan,” katanya.
Ia mendorong LPD memanfaatkan teknologi, karena ada jaminan keamanan dan ketepatan akan data. Oleh karena itu, LP-LPD sepakat untuk mendorong LPD memanfaatkan TI. “Dengan manfaat TI maka LPD bisa berkembang dan mengikuti perubahan, karena sekarang memang jamannya TI, yang kita harus mengikuti,” katanya. *pur