Negara (bisnisbali.com)-Pertanian organik memang sedang digalakkan pemerintah, karena selain hasil yang diperoleh lebih sehat bagi tubuh juga sangat baik bagi struktur tanah. Disisi lain sistem pertanian organik yang terintegrasi juga dapat menekan biaya produksi sehingga keuntungan yang diperoleh petani menjadi semakin besar.
Dr. Ir. I Ketut Widnyana, M.Si , dosen Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar memaparkan dalam pertanian terintegrasi ini petani setidak harus memiliki dua ekor sapi untuk luas lahan satu hektar. “Dengan memelihara sapi, petani dapat memanfaatkan limbahnya berupa kotoran dan urine sapi menjadi pupuk organik. Ini tentu dapat menekan biaya pupuk, yang selama ini merupakan biaya paling besar dikeluarkan petani,” terangnya.
Untuk skala kecil saja, dengan memelihara 4 ekor sapi dapat menghasilkan sekitar 20 kg pupuk organik padat per hari, sehingga dalam 1 tahun mencapai 7 ton lebih dengan nilai setara dengan minimal Rp7 juta sehingga cukup untuk aplikasi pada lahan 1 hektare dalam 3 kali musim tanam padi. ” Belum lagi biourinenya sangat bagus sebagai pupuk cair dengan potensi minimal 16 liter per hari atau setara dengan sekitar 6.000 liter per tahun, dengan nilai jual minimal Rp2.000 per liter atau setara Rp12 juta per tahun. Jadi sangat membantu pendapatan petani sekaligus menekan biaya usaha taninya,” paparnya.
Namun dilapangkan selama ini yang terjadi adalah petani tidak memanfaatkan limbah tersebut dan membuangnya begitu saja. “Kurangnya pengetahuan petani tentang manfaat dan juga cara pengolahan kotoran sapi, yang membuat mereka membuangnya begitu saja. Makanya kami berupaya memperkenalkan teknologi yang sangat sederhana kepada petani tentang cara pengolahan limbah pertanian menjadi pupuk organik, seperti yang kami lakukan di Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana,” ucapnya.
Widnyana berharap dengan pendampingan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani peternak dalam memanfaatkan limbah dari usaha tani dan ternaknya seperti limbah sisa tanaman, jerami, kotoran sapi, urine sapi yang kemudian difermentasi menjadi pupuk organik. Pupuk ini sangat bermanfaat dalam meningkatakan ketersediaan hara tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, dan juga meningkatkan keanekaragaman hayati dalam tanah. “Dengan produksi pupuk sendiri kami harap lambat laun ketergantungan petani terhadap pupuk kimia semakin berkurang. Pupuk organik sangat diperlukan untuk memperbaiki tanah secara fisik, kimia, dan biologi sehingga tanah menjadi sehat, demikian juga tanaman yang tumbuh di atasnya juga akan menjadi sehat sehingga serangan hama dan penyakit semakin berkurang,” tandasnya.
Alat yang dibutuhkan intuk membuat pupuk organik adalah bak permentasi cukup ukuran 2×2 m dengan tinggi 1.5 m. Bak ini bisa menampung 4 m3 pupuk organik, cukup bila punya sapi 4 ekor. “Cara pengolahannya sangat sederhana yaitu kotoran sapi dengan tebal 30 cm , ditumpuk dengan jerami 20 cm yang ditambah kapur, ditetesi cairan permentor sampai lembab. Lalu ditumpuk lagi dengan bahan yang sama secara berulang, kemudian ditutup terpal,” terangnya. Apabila suhu di atas 60 derajat celcius maka terpal dibuka sedikit agar suhunya turun. Dalam 2 minggu kotaran sapi dibalik dan 2 minggu kemudian siap dipanen.
Bersama Ir. Nyoman Labek Suyasdipura, dan Ir. I Made Budiasa, M.Agr., Widnyana mendampingi hingga seluruh anggota kelompok tani benar – benar memahami cara membuka pupuk organik dan manfaatnya.*pur