Tumbuh kembangnya UMKM tidak bisa terlepas dari peran perbankan, begitu pula perbankan tidak bisa melepaskan diri dari UMKM. Karenanya, pertumbuhan UMKM dan perbankan harus seirama, apalagi dengan adanya Kredit Usaha Rakyat (KUR). Seperti apa?
MODAL kerap menjadi halangan bagi kalangan pelaku usaha untuk memulai bisnis, khususnya bagi pemula. Kini dengan adanya KUR, pengusaha pemula setidaknya akan lebih terbantukan dalam hal permodalan. Ditambah lagi pascapenurunan suku hunga acuan Bank Indonesia (BI) melalui BI 7 day repo rate yang kini menjadi 5 persen berpeluang menurunkan bunga kredit. Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing turun 25 persen menjadi 4,25 persen dan 5,75 persen.
KUR pada 2019 ini memberikan banyak harapan pada UMKM karena suku bunga yang berlaku yaitu 7 persen efektif atau menurun per tahun dari sebelumnya 9 persen. Bunga KUR yang kian murah mengharapkan pelaku usaha di Bali tidak lagi melirik usaha rentenir yang memberikan bunga lebih tinggi, meski rentenir mampu memberikan dana cepat tanpa agunan.
Selama ini UKM dan UMKM terbebani dengan suku bunga perbankan yang cukup tinggi. Dengan adanya suku bunga KUR 7 persen per tahun, sektor UKM bisa lebih kompetitif. Tidak dipungkiri pelaku UMKM saat ini sudah menghasilkan produk dan jasa yang sangat kreatif dan kompetitif. Walaupun ada sedikit hambatan dari perizinan, peran serta pemerintah bisa terkait kebijakan dan kemudahan bisa akan mudah teratasi.
Pemerhati perbankan Kusumayani, M.M. sependapat, kendala UMKM umumnya kurang bankable walaupun feasible. Terkait dengan permodalan inilah, kata dia, di sinilah peran serta perbankan harus saling seirama. Perbankan layak membantu UMKM, apakah lewat KUR atau lainnya. Perbankan pun akan memperoleh manfaat positif dari penyaluran kredit ke UMKM.
“Pelaku perbankan di Bali harus pro terhadap pelaku UMKM. Jangan sampai ada anggapan bank hanya mengucurkan kredit dengan bunga lebih rendah kepada perusahaan raksasa, namun sebaliknya menetapkan persyaratan yang rumit bagi UMKM,” ujarnya.
Terkait bunga kredit bank, ia tidak memungkiri belum berimbas pada penurunan bunga pinjaman. Bunga pinjaman belum single digit itu karena perbankan masih mempertimbangkan likuiditas. Belum lagi kondisi ekonomi saat ini ada beberapa perusahaan tidak berkinerja baik sehingga bank banyak yang berhati-hati dalam penyaluran kredit. Itu karena takut rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) akan meningkat.
“Harapan kini penyaluran KUR kian menyentuh semua kalangan usaha sembari menunggu penurunan bunga pinjaman,” harapnya.
Pemerhati perbankan Prof. Ramantha mengatakan hal sama, UMKM dan perbankan harus tumbuh seirama sehingga sama-sama dapat tumbuh dan berkembang makin kuat dan berdaya saing tinggi.
Ia menilai, UMKM bisa bangkit dan tetap terjaga keberadaannya maka praktik-praktik ekonomi berbiaya tinggi (rentenir) harus segera dihilangkan dan digantikan dengan kebijakan yang mampu memberdayakan UMKM untuk bangkit kembali.
“Belum hilang dari ingatan dan pengalaman pahit yang kita hadapi bahwa UMKM sudah terbukti mampu menghadapi dan menyelamatkan perekonomian nasional dari gempuran krisis ekonomi 1998 yang berkembang menjadi krisis multidimensional,” terangnya.
Untuk menghadapi perlambatan ekonomi, pemerintah dan Bank Indonesia harus piawai, berani, mampu bertindak secara all out dengan komitmen tinggi menerapkan kebijakan makroekonomi secara efisien dan efektif. Dalam kebijakan fiskal pemerintah harus bisa merealisasikan APBN dengan cepat dan maksimal utamanya pembangunan infrastruktur.
Serupa dikatakan mantan Dirut Bank Sinar IB Kade Perdana. Ia menerangkan, beberapa perbankan kini memiliki target penyaluran KUR yang meningkat dari tahun lalu. Suku bunga KUR tahun ini 7 persen tersebut harus bisa dimanfaatkan pelaku usaha.
“Pelaku usaha perlu mengakses KUR salah satu bank sebagai modal menciptakan usaha baru. Untuk saat ini ada beberapa bank dan bank syariah yang menyalurkan KUR, sehingga masyarakat bisa mendatangi perbankan tersebut untuk meminta mekanisme KUR,” katanya.
Manfaat KUR sangat bagus bagi masyarakat yang ingin mulai usaha karena suku bunga tergolong ringan dan salah satu produk pinjaman lunak kepada pelaku UMKM.
“Dengan suku bunga ringan 7 persen, selain UMKM, masyarakat yang ingin jadi pelaku usaha kini bisa dengan bantuan KUR,” ujarnya.
Itu sesuai harapan pemerintah agar KUR tidak hanya diperuntukan bagi UMKM semata melainkan juga diusahakan agar dapat diserap oleh pemula yang ingin menciptakan usaha baru. Pemula usaha kata dia, bisa karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), para pensiunan, calon TKI dan pengusaha kecil menengah.
“Di Bali tidak ada TKI, sehingga memungkinkan pengusaha pemula lebih banyak terlayani KUR. Tentunya persyaratan harus dipenuhi,” ucapnya.
Terkait hal tersebut Bank BPD Bali pada 2019 akan tetap mengoptimalkan penyaluran KUR selain mengarah ke sektor produktif juga ke kalangan usaha UMKM. Dana KUR yang telah disiapkan bank milik krama Bali ini mencapai Rp308 miliar lebih.
“Kami optimis Bank BPD Bali mampu menyalurkan target KUR dengan suku bunga 7 persen pada 2019 ini, dengan menyasar berbagai sektor usaha atau produksi berbagai daerah di Bali,” kata Dirut Bank BPD Bali, Nyoman Sudharma.
Menurutnya, dari target penyaluran KUR tersebut terbagi atas sektor mikro dengan plafon maksimal Rp25 juta dan ritel (kecil) dengan plafon Rp 26 juta-Rp 500 juta.
Diakui, bank selalu berupaya terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya lewat berbagai kemudahan dalam memperoleh kredit. “KUR bunga 7 persen misalnya, kredit ini akan bisa menjangkau semua kalangan terutama sektor ekonomi di perdagangan yang dominan dalam penyaluran KUR selama ini,” ujarnya. *dik