Denpasar (bisnisbali.com) –Pada 2019 pariwisata Bali dihadapkan perlambatan ekonomi global, sehingga berimbas pada semua sektor ekonomi termasuk perbankan. Sektor perbankan khususnya bank perkreditan rakyat (BPR), memasuki akhir 2019 harus fokus pada penanganan kredit bermasalah (NPL) dan pengoptimalan penyaluran dana idle.
Praktisi ekonomi, Prof. Dr. Nyoman Suparta, Kamis (7/11) mengatakan, pada 2019 pengurus BPR dipusingkan dengan NPL tinggi merupakan hal wajar. Kondisi ini diakibatkan perlambatan ekonomi secara global, sehingga menurunkan kemampuan sektor usaha dalam membayar angsuran kredit.
Ia menjelaskan, akhir 2019 ini BPR harus menyelesaikan pekerjaan rumah khususnya NPL yang belum bisa diselesaikan. NPL ini bisa diturunkan ketika SDM BPR mampu membina debitur yang bermasalah.
Komisaris BPR Partha ini memaparkan, NPL terjadi akibat debitur tidak mampu lagi membayar utangnya. Langkah BPR adalah memampukan diri untuk menagih angsuran kredit dari debitur.
Menurut Prof. Suparta, SDM BPR tentunya memiliki seni yang berbeda untuk menagih angsuran kredit yang belum dibayarkan debitur. “Melalui pendekatan pribadi, komunikasi, kredit debitur yang bermasalah diharapkan menjadi lancar,” katanya.
Lebih lanjut Prof. Suparta mengatakan, di tengah perlambatan ekonomi akan berdampak pada meningkatkan dana idle di BPR. Peningkatan penggaetan dana pihak ketiga (DPK), di satu sisi merupakan peningkatan kepercayaan masyarakat dalam penempatan dana mereka di BPR. Di sisi lain, BPR harus mampu mengelola dana masyarakat secara maksimal sehingga tidak terjadi dana idle.
Ia menegaskan, dana idle ini bisa dioptimalkan untuk disalurkan dalam bentuk kredit. “Menghadapi dana idle sebetulnya bisa diaktifkan dengan menjual dana dengan bunga kredit lebih murah,” katanya.
Prof. Suparta menambahkan, BPR masih mampu mengaktifkan debitur yang selama ini loyal terhadap BPR. Alernatif lain, BPR bisa menempatkan dana idle di bank lain asalkan masih mampu meng-cover bunga dana masyarakat yang telah dihimpun BPR. *kup