Denpasar (bisnisbali.com) – Penampilan Gambelan Yuganada, Kabupaten Gianyar dalam ajang Festival Seni Bali Jani (FSBJ) 2019 mendapat sambutan hangat dari penonton. Meski tergolong baru, pengunjung yang didominasi anak-anak muda itu tampak asyik menyaksikan tiap nada-nada yang dimainkan.
Beda halnya dengan pelaku ataupun pecinta seni musik dan gamelan, menjadikan hal ini sebagai ajang untuk edukasi, baik dari segi manajemen penampilan, komposisi garapan hingga teknik bermain gamelan.
Set ensamble gambelan Yuganada digarap dengan konsep proses pengembangan akar tradisi menuju arah pemikiran baru. Implementasinya berupa gending pependetan yang digunakan dalam bentuk baru, yang kemudian ditransisikan dengan mengolah ke dalam bentuk komposisi baru.
Masing-masing kelompok instrumen seperti gong, kelompok melodi, reong dan gangsa diberikan ruang untuk berdialektika dengan dikomposisikan sesuai dengan tekstual dan karakternya.
Saat pentas di Kalangan Madya Mandala, Gambelan Yuganada yang didukung seniman muda kreatif itu bertajuk “Aural Independence”. Jenis gambelan baru ini memang unik serta cara memainkan pun juga sangat beda. Mula-mula memainkan gambelan biasa, artinya seperti memainkan gambelan secara umumnya, tetapi berikutnya sudah mulai terpecah-pecah. Karya kedua hanya memainkan gong dengan tujuh buah dan mampu menghasilkan alunan gending yang menarik. Masing-masing gong menawarkan nada yang berbeda-beda.
Pada bagian ketiga, khusus untuk memainkan jenis gambelan yang memiliki melodi. Alat musik ini dimainkan dengan cara yang berbeda dari biasanya. Sebut saja Jegog dan Calung yang biasa dimainkan dengan pelan, tetapi dalam karya ini justru dimainkan lebih cepat.
Demikian pula pada penampilan ke mpat yang memainkan empat reong serta gending kelima yang khusus memainkan gangsa. “Dalam karya ini, kami memecah orkestra yang membuatnya berdiri sendiri. Instrumen yang biasanya memimpin, kini dibuat tidak mendominasi,” ujar Founder dan Director, I Wayan Sudirana.
Gambelan itu memiliki jenis yang banyak, tetapi hanya memainkan satu nada yang sama pada semua jenis gamelan. Orkestra gambelan itu yang dicacah, tetapi tidak menghancurkan melainkan mengolah nada-nada sehingga menjadi gending yang unik bersifat kekinian. Gambelan Yuganada yang biasa tampil di luar negeri itu didukung oleh 25 pendukung. “Saya mengupas tema FSBJ 2019 yaitu “Hulu-Teben: Dialektika Lokal-Global” lewat permainan nada tinggi dan rendah yang tidak pernah bersatu, tetapi masih memiliki jalinan yang mampu membuat keseimbangan,” imbuhnya.
Sudirana mengatakan, Aural Independence adalah sebuah garapan musik yang menempatkan porsi pendengaran sebagai bagian penting dari pada porsi visual. Ini sesuai dengan kaidah musik yang memang mengedepankan aspek auditori. Karya ini dibagi menjadi beberapa bagian yang dengan sengaja dibuat untuk mepresentasikan segala kemungkinan auditif dan aspek indivualistik dari karakteristik gamelan yang secara tradisi memang selalu mengutamakan unsure kebersamaan/komunal.
“Orkestrasi tradisi gambelan dipecah dan digarap berdasarkan instrument family order. Identitas baru teknik permainan, cara kerja penggarapan, dan visi futuristic menjadi dasar pijakan,” pungkasnya. *dar