Ekspektasi masyarakat Bali terhadap potensi kenaikan harga 3 bulan yang akan datang (yad) cenderung meningkat seiring dengan mulainya high season pariwisata tiga bulan mendatang. Kendati demikian pemerintah dan TPID Bali tetap melakukan pengawasan mengingat ada beberapa komoditas yang perlu diwaspadai karena penyumbang inflasi pada triwulan IV. Komoditas apa saja?
ESTIMASI minggu ketiga Oktober 2019, komoditas cabai merah dan cabai rawit perlu mendapatkan perhatian karena harga yang berfluktuatif tinggi, meskipun saat ini sumbangan inflasi rendah. Berdasarkan historisnya, komoditas penyumbang inflasi berdasarkan andil tertinggi pada triwulan IV 2018, di antaranya beras, bawang merah, daging babi, buncis, bensin dan angkutan udara. Hal sama pada komoditas penyumbang inflasi berdasarkan andil tertinggi pada triwulan IV 2017, di antaranya beras, daging ayam ras, bawang merah, pepaya, pasir dan rokok kretek.
Sementara dari sisi perkembangan harga pangan strategis kota IHK Bali, pada triwulan IV selama 3 tahun terakhir, harga beras cenderung naik sedangkan harga minyak goreng dan gula pasir menurun. Untuk harga daging babi, ayam, dan telur ayam ras cenderung meningkat sedangkan daging sapi terkendali. Hal sama harga cabai dan bawang merah meningkat pada triwulan IV selama tiga tahun terakhir.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang juga Wakil TPID Bali Trisno Nugroho mengatakan, risiko pendorong inflasi Bali terutama disebabkan oleh tiga faktor pasokan komoditas utama dari luar Bali, peningkatan permintaan didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan dan gejolak harga musiman.
Tantangan inflasi Bali dari sisi demand karena pertumbuhan penduduk Bali ±1,22 per tahun, kedatangan wisatawan mancanegara dan domestik yang diperkirakan tahun ini 6,5 juta dan tahun depan akan > 6,5 juta wisaman dan perayaan hari besar keagamaan nasional dan Bali serta pelaksanaan MICE hingga akhir tahun. Dari sisi supplay karena menurunnya lahan pertanian 1,3 persen per tahun (maksimal 0,5 persen), penggunaan teknologi pertanian yang belum optimal, jumlah petani muda yang turun, hingga NTB dan NTT (suplai komoditas ke Bali) berpotensi menjadi destinasi wisata superprioritas (10 Bali baru) berpotensi pasokan impor ke luar daerah tersebut berkurang.
“Solusinya jangka pendek memenuhi kebutuhan pangan melalui impor dan kerja sama antardaerah, sedangkan jangka panjang mendorong peningkatan petani muda dan penerapan teknologi pertanian melalui BPTP Bali dan membatasi alih fungsi lahan,” katanya.
Ia pun menyebutkan langkah-langkah pengendalian inflasi daerah dengan 4 K yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif. Diharapkan dengan upaya tersebut, Bali bisa menghadapi inflasi akhir tahun tetap terjaga yang kerap dipicu oleh komoditas pemicu inflasi seperti bawang merah, bawang putih, cabai rawit, daging ayam, beras, telur, bahkan ikan pindang pun ternyata jadi pemicu inflasi.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengatakan, pada September 2019, Bali mengalami penurunan harga (deflasi) -0,58 persen (mtm) membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi 0,44 persen (mtm). Pencapaian deflasi Bali pada September ini tercatat lebih dalam dibandingkan dengan deflasi nasional yang tercatat 0,27 persen (mtm).
Sementara itu secara tahunan, inflasi Bali tercatat 2,54 persen (yoy), juga lebih rendah dibandingkan dengan nasional yang 3,39 persen (yoy). Dengan demikian, inflasi Bali pada September 2019 masih berada pada rentang sasaran inflasi nasional 3,5%±1% (yoy).
Pencapaian ini tentunya tidak lepas dari peran aktif TPID Bali dalam mengendalikan inflasi melalui pemantauan kecukupan stok ketahanan pangan, menjaga stabilitas dan ekspektasi harga, penggalian informasi dengan stakeholders/instansi terkait, serta melalui forum koordinasi TPID.
Ia yang juga Ketua TPID Bali ini menjelaskan ada langkah antisipatif pengendalian inflasi antara lain diperlukan adanya koordinasi dan sinergisitas dari seluruh pihak terkait guna menjaga kestabilan harga. Peningkatan jangkauan sumber produksi pertanian terhadap pusat pemasaran produk dalam berbagai kegiatan jual beli. Penyediaan sistem pergudangan dan cold storage untuk menjaga ketersediaan pasokan sepanjang tahun serta menghadapi panen raya dan masa paceklik. Kerja sama perdagangan antardaerah guna menjaga kestabilan harga serta keikutsertaan pelaku usaha dalam menjaga harga dalam tingkat yang wajar.
Dalam rangka menjaga inflasi khususnya menjelang akhir tahun dan hari besar keagamaan yang bersamaan dengan peak season liburan wisatawan, maka dilaksanakan upaya pengendalian inflasi melalui action plan yang akan dilakukan mulai strategi kebijakan perdagangan melalui pelaksanaan sidak ke pasar menjelang hari besar keagamaan, pasar murah, penyediaan data kecukupan stok komoditas perdagangan terkini seperti komoditas sembako utama, daging, telur, dan bumbu-bumbuan, untuk 3 bulan ke depan.
“Termasuk imbauan kepada supermarket/distributor/ pedagang besar untuk menyediakan program-program diskon/leaflet, serta untuk tidak menaikkan harga melalui koordinasi Dinas Perdagangan dan Perindustrian termasuk, keikutsertaan Bulog dalam kegiatan pasar murah atau operasi pasar,” katanya.
Ada pula strategi kebijakan jalur distribusi dan produksi, dengan memastikan kesiapan Pelabuhan Gilimanuk, infrastruktur transportasi untuk manusia dan barang, aturan-aturan yang mendukung kelancaran distribusi barang/komoditas. Penyediaan data kecukupan stok pangan, data panen dan produksi yang updated dan optimalisasi Sub Terminal Agribisnis. Memastikan kelancaran pasokan BBM dan energi di Bali selama periode peak season. Memastikan keamanan dan kelancaran distribusi komoditas pangan dan BBM atau energi, serta menindak tegas para oknum yang melakukan aksi spekulan atau penimbunan.
“Melakukan pemantauan harga harian, isu-isu strategis terkait inflasi yang dilakukan melalui pemantauan SiGapura (Sistem Informasi Harga Pangan Utama dan Komoditas Strategis) Bali,” jelasnya. *dik