Denpasar (bisnisbali.com) –Dalam operasional bank perkreditan rakyat (BPR) dituntut melaksanakan tata kelola keuangan yang baik. BPR dalam melaksanakan fungsi intermediasi, wajib mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Ramantha, Selasa (22/10) mengatakan, BPR memiliki fungsi intermediasi baik menggaet dana pihak ketiga (DPK). Dana DPK yang dikumpulkan selanjutnya disalurkan kembali ke masyarakat dan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam bentuk kredit.
Ia menjelaskan, dalam menggaet dana DPK, BPR melaksanakan SOP yang jelas. Hal ini didasarkan prinsip kehati-hatian termasuk dalam menentukan suku bunga.
Dipaparkannya, dalam menyalurkan kredit BPR juga menggunakan regulasi yang cukup ketat. Ini menjadi keunggulan BPR dibandingkan lembaga jasa keuangan (LJK) yang lain.
Lebih lanjut dikatakannya, penerapan regulasi yang ketat merupakan untuk menjaga keberlangsungan usaha BPR. “Dengan prinsip kehati-hatian usaha BPR akan berjalan secara kontinyu,” katanya.
Ramantha melihat memang ada BPR yang mengalami beku operasi akibat kesalahan manajemen. Hanya saja, tidak sedikit koperasi dan LPD yang juga mengalami beku operasi.
Kini saatnya BPR tetap menjadikan regulasi yang ketat digunakan sebagai keunggulan dalam bersaing. Di tengah perlambatan ekonomi, BPR masih bisa eksis dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.
Prof. Ramantha menambahkan, dengan kepercayaan masyarakat BPR akan mampu menumbuhkan penggaetan dana DPK. “Dengan prinsip kehatian-hatian BPR bisa menjaga kredit yang disalurkan BPR masuk dalam kategori lancar,” katanya. *kup