Denpasar (bisnisbali.com) – Kalangan perbankan memastikan akan menurunkan suku bunga kredit sesuai dengan bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang kini sudah berada di level 5,25 persen. Penurunan bunga kredit bahkan sudah mulai dilakukan namun secara bertahap hingga ke titik keseimbangan sesuai bunga acuan BI 7 day repo rate.
Direktur Utama Bank BPD Bali Nyoman Sudharma di Sanur, Jumat (11/10) kemarin mengatakan, bank lokal Bali ini pasti mengikuti kebijakan otoritas dalam hal ini terkait suku bunga acuan BI 7 DRR. Bank milik krama Bali ini diakui telah melakukan penurunan suku bunga secara bertahap.
“Sejak Maret 2019, kami telah menurunkan suku bunga menjadi 11-13 persen, yang sebelumnya 13-14 persen. Penurunan akan dilakukan secara bertahap ke depannya,” katanya.
Dengan adanya penurunan suku bunga ini, diakui, pertumbuhan kredit Bank BPD Bali meningkat sejak April. Ia pun mencatat hingga September 2019, bank berkator pusat di Renon ini mampu menumbuhkan kredit 11 persen dengan total penyaluran Rp18,2 triliun. Dengan adanya penurunan suku bunga, dikatakan, akan mendorong intermediasi perbankan lebih tinggi dalam bentuk kredit. Itu terlihat hingga September 2019, bank juga mampu membukukan laba Rp496 miliar.
“Kami menargetkan hingga akhir 2019 laba yang ingin dicapai yaitu Rp541 miliar,” ujarnya.
Saat ini, porsi penyaluran kredit Bank BPD Bali lebih banyak ke kredit konsumer yaitu 57 persen dan kredit produktif 43 persen. Sudharma mengatakan, kredit konsumer tidak akan ditinggalkannya karena merupakan buffer bisnis Bank BPD Bali. “Itu (kredit konsumer) tidak boleh saya tinggalkan, buffer bagi saya, bank lain saja nyari-nyari,” ungkapnya.
Meski penyaluran kredit bertumbuh, Bank BPD Bali tetap mampu menjaga kualitas kreditnya. Bank berupaya menyalurkan kredit tepat sasaran dan meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Ini dalam upaya menekan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) hingga akhir tahun. Menurutnya, NPL Bank BPD Bali mampu ia turunkan dari 3 persen menjadi di bawah 3 persen. Ia menargetkan 2019 secara total NPL mampu ditekan menjadi 2,5 persen. “Kami optimistis NPL bank bisa di bawah 3 persen,” ucapnya.
Sementara itu Deputi Kepala KPw BI Bali, Setyawan Santoso menyampaikan, pelonggaran bunga acuan BI 7 days repo rate akan merangsang pertumbuhan kredit, dunia usaha hingga bisnis KPR. Semua itu bisa terwujud tentunya ketika perbankan sudah menurunkan suku bunga kreditnya.
“Catatan perlu diketahui semua pihak kalau mekanisme transmisi penurunan bunga bank tidak secepat itu. BI menurunkan bunga acuan saat ini maka bank-bank akan menurunkan bunga kredit cukup lama dua atau tiga bulan ke depannya,” katanya.
Ia memaparkan, masyarakat harus mengetahui kenapa BI menurunkan bunga acuan ketika kondisi ekonomi melambat saat ini. Sesuai kebijakan moneter, BI memperlonggar uang beredar dengan menurunkn suku bungan acuan. “Jika perekonomian berjalan terlalu cepat, diperketat dengan melakukan kenaikan suku bunga acuan,” ujarnya.
Dengan cara BI 7 DRR turun, harapannya bunga kredit turun. Misal dari bunga bank 12 persen menjadi 10 persen. Dengan bunga kredit 10 persen, imbuhnya, dunia usaha akan bisa bernafas lebih bebas karena margin lebih lebar sehingga berani berusaha karena masih ada untung.
“Itu berarti penurunan bunga acuan BI akan menggerakkan perekonomian, usaha jadi untung, cost turun dan pelaku usaha menjadi untung,” ucapnya.
Ini juga berpengaruh pada bisnis di sektor properti. Bunga kredit rendah akan menaikkan sektor properti. Suku bunga rendah, bunga KPR akan turun juga sehingga mereka yang berpendapatan rendah akan terbantukan. Begitupula di sektor konstruksi yang sebelumnya hitung-hitungan tidak cukup akibat bunga mahal, maka kini pada saat bunga rendah berani membangun rumah. Sebaliknya ketika kondisi perekonomian membuat orang takut berusaha karena takut tidak laku, maka BI menaikkan bunga acuan dengan harapan usaha margin kecil bisa berhenti karena perekonomian sedang memanas. *dik