Sabtu, November 23, 2024
BerandaBaliKredit Bermasalah bisa Diselesaikan dengan Jalur Non Litigasi

Kredit Bermasalah bisa Diselesaikan dengan Jalur Non Litigasi

Bank perkreditan rakyat (BPR) menghadapi permasalahan tingkat kredit rata-rata masih di atas 5 persen.

Denpasar (bisnisbali.com) –Bank perkreditan rakyat (BPR) menghadapi permasalahan tingkat kredit rata-rata masih di atas 5 persen. Advokat dan ahli pidana umum/khusus & mediator, Dr. Simon Nahak, Rabu (2/19) mengatakan, penyelesaian kredit bermasalah (NPL) bisa melalui jalur hukum non litigasi.

Ia mengungkapkan, kredit macet merupakan pinjaman yang bermasalah secara sosial, ekonomi dan hukum. Sosial karena adalah masalah sosial oleh peminjam (cerai, beban keluarga, masyarakat, dan ekonomi).

Ketidakmampuan peminjam sebagai nasabah untuk menyelesaikan kewajiban terhadap bank/lembaga keuangan non bank (pailit, kewajiban eknomi lainnya).  Hukum karena adanya unsur iktikad buruk, kesengajaan/culpa atau faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur. Misalnya, debitur mengalami sakit berkepanjangan, atau musibah di luar kemampuan manusia.

Ia mengatakan, strategi penyelesaian kasus kredit macet ini melalui hukum non litigasi. Mediasi litigasi melalui sistem peradilan hukum Indonesia yaitu, sistem peradilan perdata, sistem Peradilan Tata Usaha Negara, sistem peradilan pidana (umum, khusus) dan pengadilan pajak, lelang, niaga dan lainnya.

Simon Nahak mengungkapkan, jalur acara perdata hukum acara perdata merupakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur bagaimana cara seseorang menuntut hak-haknya yang dilanggar sebagaimana diatur dalam hukum materiil. Hukum perdata terhadap seseorang atau suatu badan hukum ke badan peradilan dan bagaimana pihak yang dituntut menghadapi tuntutan hukum tersebut.

Peraturan yang secara khusus mengatur kepentingan antar-pribadi manusia dengan pribadi manusia lain/badan hukum dalam pemenuhan kebutuhan dan ambisi hak hidup dalam lapangan hukum kekayaan/aset secara umum. Secara umum dalam ketentuan hukum privat tersebut telah dikodifikasikan dalam hukum perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau KUHPerdata) dan Hukum Dagang (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau KUHD)  “Ini beserta undang-undang lainnya sebagai konsekuensi dari langkah kodifikasi parsial dan juga peraturan-peraturan pelaksanaannya,” kata Simon Nahak. *kup

Berita Terkait
- Advertisment -

Berita Populer