Selanjutnya risiko terjadinya gangguan cuaca ekstrem atau musim kemarau yang lebih panjang pada 2019 dengan puncaknya diperkirakan terjadi pada triwulan II 2019 berisiko menekan laju produksi sektor pertanian. Kondisi ini makin berat dengan terjadinya alih fungsi lahan pertanian yang berdampak pada pengurangan luas areal tanam lahan pertanian sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi pertanian.
Ada pula pengerjaan infrastruktur dan proyek konstruksi pada 2019 yang tidak semasif pada 2018 dalam rangka mendukung pelaksanaan IMF WB AM. Peningkatan upah minimum Bali pada 2019 senilai 8,03 persen year-on-year lebih rendah dibandingkan peningkatan 2018 mencapai 8,71 persen year on year.
“Berdasarkan hasil survai dan liaison melambatnya kinerja ekspor luar negeri juga disebabkan oleh makin meningkatnya persaingan untuk produk-produk ekspor barang sejenis yang dihasilkan Bali, antara lain handicraft, olahan kayu, pakaian jadi dan tekstil serta perhiasan dengan kualitas dan harga yang kompetitif juga ikut mempengaruhi,” ujarnya.
Ditambah terus berkembang dan meningkatnya kualitas berbagai destinasi wisata dunia termasuk di wilayah Asia Tenggara dengan biaya yang juga bersaing berisiko menahan laju kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali.  Belum lagi perkiraan melambatnya kinerja ekonomi beberapa negara mitra dagang utama Bali yaitu Amerika Serikat, Australia, Singapura dan Tiongkok pada 2019 dibandingkan 2018.
Trisno menyampaikan meskipun diperkirakan tumbuh melambat namun masih terdapat beberapa faktor yang berpotensi mendorong kinerja perekonomian Bali pada 2019 yaitu berlanjutnya pengerjaan proyek infrastruktur maupun konstruksi di Bali. Itu meliputi pembangunan bendungan Sidane, dimulainya pengerjaan bendungan Tamblang, RET Bandara Ngurah Rai, pengembangan pelabuhan Celukan Bawang, pengerjaan shortcut jalan titik 5-6 dan 3-4, pengembangan kawasan Nusa Dua serta peningkatan kapasitas jalan dan jembatan serta bangunan milik pemerintah diperkirakan akan mendukung kinerja konstruksi dan investasi pada 2019.