Bangli (Bisnis Bali) – Harga telur ayam ras yang sebelumnya naik kini sudah mulai turun. Kenaikan harga telur ayam ras kali ini termasuk paling lama dari tahun tahun sebelumya. “Pasokan dari peternaknya memang turun, ditambah lagi rentetan hari raya terhitung mulai Tahun Baru, Bulan Puasa hingga Idul Fitri, Galungan dan Kuningan serta upacara adat lainnya membuat permintaan akan telur mengalami penngkatan, sementara keberadaan barangnya sedikit sehingga pastinya akan berpengaruh terhadap harga,” ungkap Ni Luh Sukerti suplayer telor asal Bangli.
Sebelumnya telor ayam ras ukuran kecil per kratnya Rp 35 ribu, sementara untuk ukuran sedang Rp37 ribu dan ukuran besar Rp 40 ribu. Di tingkat pengecer untuk telor ayam ukuran sedang hingga besar, biasa dijual Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per butirnya. Kenaikan harga telor ini terjadi hampir selama 3 bulan belakangan ini. Namun per hari ini (1/9) harga sudah mulai turun.
“Penurunan harga belumlah besar, untuk masing masing ukuran telor turun per kratnya antara Rp 2 ribu hingga Rp 3 ribu rupiah untuk tingkat suplayer. Namun untuk pengecer harga masih tetap sama. Kemungkinan harga akan terus menurun dan normal lagi seperti sebelumnya. Untuk harga telor ukuran besar per kratnya ada di kisaran Rp35 ribu hingga Rp 37 ribu. Dengan begitu, di tingkat pengecer juga bisa menyesuaikan,” ungkap Luh Sukerti.
Dia berharap, harga akan cepat normal, dan pasokan telur juga mulai normal seperti sediakala, apalagi telur merupakan komoditas yang banyak dicari masyarakat. Tidak hanya untuk konsumsi sehari-hari, telor juga untuk bahan dasar pembuatan kue, bolu dan roti, serta salah satu lauk umum yang banyak disukai masyarakat.
Meski mengalami kenaikan, di tingkat konsumen permintaan masih tetap normal, hanya jumlahnya berkurang sedikit. “Kalau biasanya pelanggan beli satu krat untuk keperluan sehari-hari, karena harga naik paling cuma beli 10 hingga setengah kerat. Kemungkinan menu makanannya yang diganti dengan lauk lain yang lebih murah. Artinya kenaikan harga masih bisa disikapi dengan biasa oleh konsumen kita. Namun untuk pedagang kue atau nasi yang menggunakan telur paling mereka mengubah sedikit ukuran kuenya atau untuk pedagang nasi yang biasanya menggunakan telor ukuran sedang kini memilih telor ukuran yang kecil,” terang Gusti Ayu, pedagang telor di pasar Kidul Bangli.
Hal senada diungkapkan Ibu Agung, seorang pedagang nasi di Bangli. Menurutnya, kenaikan telor ini mungkin masih dianggap biasa daripada kenaikan harga cabai. Alasannya banyak lauk yang bisa jadi alternatif pengganti telur. Selain itu dirinya bisa mengganti ukuran telor dari yang biasanya ukuran sedang ke ukuran kecil, karena untuk menaikkan harga porsi nasi sepertinya tidak mungkin. “Meski ukuran telurnya kecil, masyarakat atau pelanggan tidak ada komplin. Artinya mereka maklum dengan kenaikan harga telur ini,” terangnya. *ita